Pendidikan sebagai gerakan. Kalau itu bisa diwujudkan, pastilah keren. Tetapi, mungkihkah itu bisa diaplikasikan? Siapkah birokrasi kita menjalankannya?
***
PENDIDIKAN sebagai gerakan telah menumbuhkan kesadaran baru. Ide ini tercetus kala Mendikbud Anies Baswedan ingin merevitalisasi pendidikan. Ia melihat selama ini pemerintah gagal belum efektif menjalankan program peningkatan mutu. Biangnya, pemerintah kerap bekerja sendiri-sendiri. Bahkan ada gap yang besar antara pemerintah dengan intansi lain, seperti NGO, LSM dan komunitas lainnya.
Mantan aktivis itu menyadari bahwa hal ini tak boleh terjadi berlarut-larut. Anies menyaksikan sendiri bagaimana pemerintah, dalam hal ini dinas pendidikan, enggan melibatkan pihak lain dalam projek peningkatan mutu pendidikan. Sehingga hasilnya, pendidikan kita kerap tidak optimal, bahkan mutunya jelek. Sebagai dampaknya, gampang sekali telunjuk publik menuding hidung pemerintah sebagai satu-satunya pelaku kegagalan tersebut.
“Padahal, jika mau melibatkan semua pihak, pendidikan akan menjadi tanggung jawab bersama,” kata Agus Marwan, Pengamat Pendidikan dari Sumut.
Keengganan dinas pendidikan melibatkan masyarakat dan sejumlah komunitas, telah memicu banyak syak wasangka dan sikap saling menyalahkan. Keengganan itu juga telah melahirkan kebencian yang mendalam di hati banyak lembaga dan komunitas yang sesungguhnya juga peduli dengan pendidikan.
Tak heran ketika Kemendikbud menggelar acara Lokakarya Sinergitas Kementerian dengan Sejumlah UPT di Medan, sempat mengalami kebuntuan. Ahmad Rizali, Staf Khusus Mendikbud malah harus angkat bicara demi meredam gejolak pertanyaan yang bernada pesimisme yang dilontarkan sejumlah perwakilan komunitas. Betapa tidak, ternyata selama ini banyak sekali program pemerintah tidak diketahui masyarakat, karena sejumlah UPT tidak mau bersinergi dengan pihak lain di luar dirinya.
Padahal, kalau saja pemerintah mau membuka diri, banyak sekali pekerjaan di dinas pendidikan bisa teraplikasikan dengan baik dan efektif. Syawal Gultom, Rektor Unimed mengatakan, kelompok yang akan eksis dan berjaya di masa depan (2045 ke atas), adalah mereka yang terampil berkolaborasi. Ini menguatkan pesan bahwa kerjasama itu adalah kekuatan. Saya punya kisah untuk hal ini.
***
Pengalaman
Pada September 2015 silam, Erni Mulatsih Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Sumatera Utara datang menemui sahabat saya, Erix Hutasoit. Mereka mengobrol di sebuah ruang diskusi di kantornya di Medan. Erni menceritakan, Sumut akan dijadikan Provinsi inklusi, sesuai instruksi dari kementerian. Anggarannya juga ada.