Mohon tunggu...
Dedy Gunawan
Dedy Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Suami dari seorang istri yang luar biasa dan ayah dari dua anak hebat.

Penulis, blogger, jurnalis, senimanmacro, fotografer, penikmat kuliner, traveler, guru, pelatih menulis, dan penyuka segala jenis musik.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Berhati-hatilah Memposting Sesuatu di Medsos

2 Oktober 2019   13:14 Diperbarui: 2 Oktober 2019   16:37 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelas inspirasi di Medan, Selasa (1/10). Dokumen Pribadi

Dalam kelas inspirasi di salah satu SD Negeri di Medan, Selasa (1/10) pagi kemarin, saya membawakan materi tentang asyiknya menggeluti profesi sebagai penulis dan fotografer. 

Sebelum masuk jauh ke dalam topik bahasan, saya membuka kelas dengan mengajukan dua pertanyaan. Pertama: siapa dari kalian yang punya akun Facebook? Pertanyaan itu kontan disahuti serentak oleh seluruh anak dengan teriakan "Saya" sambil angkat tangan. Tak hanya facebook, anak-anak didik kelas 4,5 dan 6 setingkat SD itu juga semuanya memiliki nomor WhatsApp (WA). 

Dengan jawaban mereka itu, saya mulai curiga. Untuk apa anak SD memiliki akun FB dan nomor WA? Penasaran, saya pun ajukan pertanyaan kedua. Apa yang kalian lakukan di Facebook?

Ada beragam jawaban. Namun sebagian besar anak bercerita, mereka mengikuti informasi seputar kebakaran, kecelakaan lalu lintas, pembunuhan, perselingkuhan, kematian, dan postingan-postingan lainnya, yang menurut saya tidak semestinya mereka konsumsi.

Bahkan ada yang mengatakan, senang mencari berita-berita atau informasi tentang tabrakan yang diposting orang di Facebook. Mendengar jawaban mereka itu, saya merinding. Saya kerap menemukan foto-foto korban kecelakaan tanpa sensor berseliweran di timeline Facebook. Membayangkan foto-foto seperti itu dikonsumsi anak sekolah dasar membuat saya kuatir.

Sungguh, anak-anak ini belumlah celik menentukan apa yang baik untuk mereka konsumsi. Tetapi mereka tidak punya pilihan lain. Mereka terpapar oleh postingan yang tidak sepantasnya mereka lihat. Apalagi mereka mengaku, rata-rata dua jam dalam sehari mengakses media sosial tanpa dampingan orangtua.

Pengakuan anak-anak ini menegur saya. Sebagai orang dewasa, saya turut bertanggung jawab atas fenomena ini. Kita telah mengubah media sosial dari fungsi awalnya didesain. Kita orang dewasa gagal menciptakan suasana yang nyaman bagi anak-anak saat mereka mengakses internet. 

Postingan-postingan kita yang sering kali tanpa sensor dan tidak mempertimbangkan dampak dari publikasi itu telah menyeret anak-anak kita ke jurang gelap kebodohan. Kita bahkan buang badan atas kejadian seperti itu.

Saya saat sedang membawakan materi di Kelas Inspirasi. Dokumen Pribadi
Saya saat sedang membawakan materi di Kelas Inspirasi. Dokumen Pribadi
Dalam kesempatan baik itu, saya mengingatkan adik-adik tercinta ini untuk tidak lagi mengikuti postingan-postingan seperti itu di Facebook. Saya minta mereka juga untuk melepaskan diri dari candu bermedia sosial, supaya bisa fokus belajar dan memanfaatkan waktu bermainnya dengan teman-temannya. 

Apa yang terjadi di sekolah kemarin memang sudah diprediksi banyak pihak. Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) 2017 lalu menyebut separuh dari populasi penduduk Indonesia telah terkoneksi dengan internet. 

Sebanyak 80 persen dari mereka memanfaatkan internet untuk larut di media sosial. Survey teranyar Lembaga Marketers menyebut 83 persen orang mengakses internet dari ponsel. Maka, anak-anak didik itu pun jelas berselancar di dunia maya via ponsel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun