Mohon tunggu...
Dedy Armayadi
Dedy Armayadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Simpel dan sayang anak

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peluk Haru Dahlanis pada Dahlan Iskan

30 April 2014   00:13 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:03 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Iringan mobil Alphard mulai memasuki bandara. Saya bersama Dahlanis Sumatera Selatan: Aidil Mashar, Gayuh J Sundargo, Supriyadi Windi Iskan menunggu. Siap menyambut Dahlan Iskan.

Iringan mobil itu membawa Dahlan beserta rombongan. Termasuk istrinya, Nafsiah Sabri. Baru saja Dahlan menyelesaikan serangkaian acara. Hari itu, di Palembang, Dahlan ikut serta meramaikan senam sehat Palembang Pos. Juga mengunjungi sebuah pesantren dan kantor DPD Partai Demokrat Sumatera Selatan.

Begitu pintu terbuka, tampak Dahlan dan istrinya turun dari mobil. Ternyata kami beruntung kala itu. Dahlan yang mengenali Dahlanis, langsung menghampiri kami.

Saya bersama Gayuh dan Aidil lantas berbincang ringan dengan Dahlan Iskan. Sementara Supriadi Windi yang kebetulan pagi tadi sukses mendapat sepatu dari Dahlan, menemani Nafsiah Sabri. Menurunkan barang-barang bawaan.

Obrolan bersama Dahlan tak berlangsung lama. Ia mohon pamit. Pesawat yang hendak membawanya ke Jakarta akan segera berangkat. Suasana tiba-tiba mendadak haru.

“Abah jaga kesehatan ya,”ucap Aidil lirih saat memeluk Dahlan. Seolah tak ingin lepas, Aidil mendekap erat. Ia seperti memeluk ayahnya yang hendak pergi jauh. Saya lihat mata Aidil berkaca-kaca. Dia menangis haru.

Gayuh pun tak ingin ketinggalan. Ia juga memeluk erat Dahlan. Dan tak mampu juga menahan lelehan air matanya. Tak ada kata yang terucap di bibir Gayuh. Cuma mengayunkan tangan. Memberi isyarat kepada saya. Minta moment itu diambilkan fotonya.

Biar pun dua lelaki ini orang yang tegar. Bapak dari para jagoan. Leader dari usaha dan pekerjaan yang mereka kelola. Tetapi bisa terharu juga saat berpelukan dengan Dahlan Iskan. Tangis haru saat itu tak bisa mereka sembunyikan.

Sebelumnya saya hanya mendengar cerita saja. Setidaknya dari Dahlanis di kota lain, seperti Dias Widiskan. “Setiap bertemu rasanya ingin nyeruduk saja,”tulisnya di sebuah komentar facebook. Namun Dias tidak bisa menjelaskan. Mengapa ia bisa emosional kala bertemu Dahlan Iskan. Maka pertanyaan itu selalu menggelayut di pikiran saya.

Tetapi setelah melihat langsung, saya mulai mengerti. Pertemuan yang mungkin hanya sebentar itu memang mampu meledakkan emosi jiwa. Kalau hati bisa bicara, mungkin dia akan bilang begini. Ini lah orang sehari-hari yang kerap aku temui. Lewat buku, tulisan, dan berita di dunia maya. Dia lah yang selama ini memberi inspirasi. Memberikan harapan. Tentang kehidupan, perjuangan, dan kasih sayang.Dialah pemimpin besar. Calon Presiden Republik Indonesia.

Dahlan Iskan yang tampil sederhana memang bukanlah sosok yang biasa. Sebagai menteri BUMN, ia pejabat yang berbeda dari yang lain. Disaat para pejabat mengeluh soal gaji yang kurang. Dahlan justru tidak mengambil gajinya. Bahkan tidak menggunakan fasilitas yang menjadi haknya. Disaat para pejabat lain bangga dengan simbol jabatan yang ia emban, Dahlan justru sebaliknya. Ia masih setia dengan pakaian kebanggaannya: baju putih lengan panjang, celana kain, dan sepatu ketsnya. Ia tak menggunakan pin menteri. Tidak pernah pula duduk di kursi menteri di ruangannya.

Selama menjabat, ia telah menunjukan bagaimana caranya agar Indonesia bisa berdikari. Berdiri di kaki sendiri dengan menegakkan akal sehat. Ia curahkan waktu, tenaga, dan pikirannya agar bagaimana Indonesia bisa swasembada dan lepas dari ketergantungan impor. Agar Indonesia maju dan tak lagi dianggap sebagai negara dunia ketiga.

Ia bangun dan perbesar pelabuhan-pelabuhan, bandara, pabrik, jembatan tol dan berbagai infrastruktur lainnya. Ia kembangkan sorgum, sawah, buah tropis, sagu, gula tebu, kelinci, sapi, kambing etawa, garam, dan lainnya. Ia kembangkan mobil listrik untuk transportasi masa depan.

“Sudah saatnya kita menjadi bangsa yang disibukkan untuk mengatasi persoalan hari esok, bukan disibukkan mengatasi persoalan hari ini,”seru Dahlan suatu ketika. “Kita bisa kalau kita mau!”

Pikiran, sikap, dan semangat itu lah yang membuat ia dikagumi banyak orang. Maka tatkala sosok yang dikagumi dan dirindukan banyak orang itu tepat berada di depan mata. Dengan jarak begitu dekatnya. Peluk haru tak lagi bisa tertahankan ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun