Lihat saja komposisi kunci di kabinet Kerja Jokowi, khususnya di bidang hukum dan pemerintahan.
Menteri dalam Negeri (PDIP), Menteri Hukum dan HAM (PDIP), Menkopolhukam (Nasdem), Menhan (PDIP), Kejaksaan Agung (Nasdem). Semua dikuasai PDIP dan partai koalisi kuatnya. Termasuk untuk posisi Kapolri.
Panasnya pergantian pucuk pimpinan Polri menguak sebuah kisah, bahwa Jenderal Sutarman merupakan "orang Cikeas". Megawati tak mau itu. Diutuslah Budi Gunawan dari dinasti Teuku Umar.
Masyarakat awam tidak akan tahu misteri apa dan atas tujuan apa dibalik pergantian mendadak Trunojoyo itu.
Tapi yang pasti, jabatan Kapolri memang harus direbut untuk melengkapi formasi inti bidang hukum dan pemerintahan ala Megawati. Budi Gunawan ibarat seorang striker yang dibutuhkan untuk mempertajam strategi yang sudah disiapkan. Posisi Kapolri teramat penting dalam bertahan, menyerang dan atau saat melakukan serangan balik.
Tapi "transfer" Kapolri ini tak berjalan mulus. Ada perlawanan dari "Orang Cikeas" (jika kisah itu betul adanya). KPK pun ikut terseret dalam pusaran perang antara kubu "Teuku Umar dan Cikies".
Selanjutnya kita tahu sendiri kisahnya kini. Lalu, sampai kapan episode Mega vs SBY ini berakhir? Sekaranglah waktunya!
Kita menginginkan episode ini dihentikan. Megawati dan SBY harus bertemu. Berbicara dari hati ke hati. Menyelesaikan semua perbedaan masa lalu dengan duduk bersama.
Jika dua kutub ini bisa bersatu, tentu akan lebih mudah berbicara rekonsiliasi dengan para tokoh politik lainnya.
Bila keduanya bisa bertemu seperti keluarga, Indonesia bisa move on. Tidak akan ada lagi intrik politik yang berujung konflik. Saling intip, saling salip dan saling cari-cari kesalahan pendosa di masa lalu.
Pikirkan secara bersama membangun bangsa ini menjadi maju, kuat, dan berdaya saing dengan negara lain, yang muaranya demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Agar tak ada negara lain ambil untung dari polemik ini.