Suatu malam, saya turut dalam obrolan bersama dengan teman-teman. Saat itu kami tengah membahas satu topik tentang kehidupan kami sekomunitas.
Dalam obrolan itu, tidak jarang kami berdebat. Namun debat itu tidak berujung pada pertikaian. Semuanya tetap dalam keadaan baik-baik selain diriku sendiri. Dalam debat itu saya terbawa emosi. Hal itu tampak bagi teman-teman lewat nada suara ku yang keras dan memaksa. Akhirnya seorang teman yang lebih senior menegur dan menasihati saya.
Ketika malam sudah semakin larut, kami pun kembali ke kamar masing-masing. Tetapi sebelum itu kami membereskan segala peralatan yang kami gunakan saat itu, seperti gelas, teko dan bungkusan makanan ringan.
Setibanya di kamar saya tidak bisa segera tidur. Saya masih membayangkan situasi diriku yang kurang menyenangkan bagi teman-teman saat kami ngobrol bersama saat itu.
Dengan tarikan nafas yang dalam, saya menyadari satu hal tentang diriku, yaitu bahwa saya adalah pribadi yang mudah terbawa emosi. Beruntung malam itu situasinya kembali baik karena seorang yang lebih senior dari kami memberiku teguran dan nasihat. Jika tidak, barangkali relasi saya dengan teman-teman sekomunitas pun akan terganggu.
Dari pengalaman malam itu saya mendapatkan satu hal bahwa ternyata relasi dengan orang lain membantuku menyadari kekurangan diriku. Kesadaran ini semakin kuat di dalam diri karena situasi kebersamaan dengan teman-teman. Situasi itu memberi tekanan tersendiri bagi kesadaran ku bahwasanya saya itu orang yang mudah emosi.
Kebersamaan dengan teman-teman membantuku untuk mengerti bahwa sifatku yang mudah emosi itu tidaklah baik. Ada banyak kerugian yang terjadi jika seandainya saya mengikuti dorongan emosi dalam diriku.
Akhirnya dengan kesadaran yang kuat inilah saya pun menjadi yakin untuk merubah diri menjadi lebih baik. Target minimumnya ialah menjadi pribadi yang tidak mudah emosi.
Dari dulu saya sudah menyadari kalau saya itu adalah pribadi yang mudah emosi. Namun malam itu, saya tidak sekedar sadar, tetapi juga termotivasi untuk mengolah diri agar menjadi lebih baik. Itu semua berkat relasi dengan orang lain.
Pengalaman malam itu juga memotivasi diriku untuk memperbanyak relasi dengan orang lain. Selama ini saya sering menyibukkan diri dengan kegiatan pribadi. Hampir selalu terjadi bahwa setiap kali kami selesai dengan acara bersama, seperti makan dan ibadat, saya segera pergi ke kamar atau jalan-jalan ke luar rumah. Saat itu, yang sedang kuperjuangkan ialah kenyamanan diriku sendiri.