Bagaimana saya harus memandang mu karena nyatanya saya terjebak di antara atau mengagumi mu atau menganggap mu bodoh. Sungguh suatu penilaian yang sangat tega, namun itulah gambaran betapa kagumnya diriku pada sikapmu.
Dalam segala konflik kehidupan, kamu lebih memilih untuk meminta maaf dari pada menanti keputusan tentang siapa yang benar dan siapa yang salah.
Namun logika mu menarik. Katamu, meminta maaf itu bukan berarti kita bersalah dan dia benar. Meminta maaf itu berarti kita lebih memilih kasih dari pada ego.
Saat kita meminta maaf, maka saat itu juga kita memperkecil ego kita dan membesarkan kasih di dalam hati kita. Namun sebaliknya, saat kita hanya menanti keputusan tentang siapa yang benar dan siapa yang salah, saat itu juga kita memupuk ego kita dan tanpa sengaja membunuh kasih di dalam hati kita. Karena saat itu kita sedang berjuang membela diri untuk menyatakan bahwa kitalah yang benar dan dialah yang salah.Â
Lalu katamu, ini tentang suka cita batin, yang hanya bisa diperoleh saat kita mampu berdamai dengan orang lain, dalam segala kelebihan dan kekurangannya.
Sekali lagi, aku memang tak mengerti, atau lebih tepatnya terdiam terhadap sikapmu. Namun yang mungkin mampu membantuku untuk bisa memahaminya ialah kesediaan ku untuk melakukannya. Hanya dengan melakukannyalah maka aku pun bisa memahaminya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI