Suatu hari saya berjalan ke ruang makan untuk mengisi air minum. Di tengah perjalanan saya bertemu dengan seorang saudara sekomunitas. Lalu kami saling menyapa.
Sekembalinya saya dari ruang makan, saya bertemu lagi dengan dia dan karena merasa baru saja menyapa saya diam saja saat melaluinya. Namun saya terkejut, atau lebih tepatnya merasa malu, saat dia menyapa saya. Akhirnya saya pun membalas sapaannya meskipun sudah terkesan terpaksa.
Setelah itu, seharusnya saya langsung masuk kamar, namun saya mencoba membuat gerakan seolah-olah saya sedang mencari sesuatu di sekitar komunitas. Itu saya lakukan sebagai bentuk kendali atas rasa malu yang saya alami saat saya disapa lebih dahulu oleh saudara sekomunitas.
Sebenarnya persoalan yang saya alami dari peristiwa itu ialah tentang memberi sapaan, terlepas apakah menyapa terlebih dahulu atau kemudian.
Seperti yang saya katakan bahwa oleh karena kami baru saja saling menyapa, maka saya pun memutuskan untuk tidak lagi menyapanya ketika kami berpapasan untuk kedua kalinya. Namun, saat dia melakukan sapaan kepada saya, saat itu saya mulai terpikir kalau saya sedang bersalah karena mengabaikan perbuatan menyapa.
Akhirnya saya mengambil waktu sejenak untuk merenungkannya. Seperti biasa tempat aman bagi saya untuk bermenung ialah di kamar. Selain agar tidak terlihat oleh orang-orang sekitar, juga karena di dalamnya ada ruang doa pribadi.
Dalam permenungan itu saya mulai bertanya, mestikah kita saling menyapa setiap kali kita saling berpapasan di dalam waktu yang berdekatan?
Awalnya saya mengira bahwa saya tidak perlu untuk selalu memberi sapaan kepada orang-orang yang di sekitar saya karena kami selalu berpapasan di dalam ruang komunitas. Bagi saya, cukuplah kita memberi sapaan di awal kita bertemu atau saat kita ingin menemuinya di suatu tempat.
Namun apa yang awalnya saya kira benar akhirnya mulai kugugat sendiri. Saya mulai bertanya kepada diri sendiri, salahkah jika kita selalu memberi sapaan meskipun kita selalu berpapasan di dalam waktu yang berdekatan? Atau merasa lelah kah kita ketika kita selalu memberi sapaan kepada orang-orang yang ada di sekitar kita?
Pertanyaan lebih lanjut pun muncul. Apakah hanya kepada orang baru saja kita memberi sapaan?