Sesampainya di Pulau Nias, saya melihat bahwa tempat saya dalam menjalani Tahun Orientasi Pastoral (TOP) memiliki tanah yang cukup luas. Modelnya berbukit-bukit karena berada di pegunungan.Â
Di tanah yang luas itu telah ditanami berbagai pohoh seperti kelapa, pisang, mangga, rambutan, alpukat, dan durian. Selain itu terdapat juga berbagai tanaman palawija seperti cabe, jagung, terong, mentimun, buncis dan kacang panjang. Oleh karena itu, tidak heran jika berkebun termasuk ke dalam rutinitas kami di tempat itu.
Pekerja untuk kebun itu ialah anggota komunitas pastoran sendiri. Kami tidak memiliki pekerja khusus karena sejauh yang saya mengerti, berkebun adalah cara kami mengisi waktu di sore hari terlebih jika hari itu adalah hari libur. Dari pada mencari-cari kegiatan yang lain yang belum tentu arah dan faedahnya, kami langsung menentukan kegiatan bagi kami yaitu berkebun.
Kami memanfaatkan tanah yang ada. Kami belajar dari internet bagaimana cara mengolahnya agar memperoleh hasil yang memuaskan. Dan sesuai dengan anjuran yang kami temukan, kami tidak banyak menggunakan pupuk kimia. Kami manfaatkan sampah-sampah organik sebagai kompos setelah kami uraikan dengan cara yang sederhana.
Tidak perlu waktu yang lama, kira-kira tiga bulan setelah penanaman, kami bisa memanen hasilnya. Sebagian untuk memenuhi kebutuhan dapur, dan sebagian lagi kami bagikan ke komunitas panti asuhan. Sisanya kami jual kepada umat sekitar dengan harga yang lebih murah dari harga pasar. Kebetulan, umat lebih senang jika membeli hasil kebun kami dari pada yang ada di pasaran.
Dari hasil kebun itu, kami menjadi lebih hemat dalam hal keuangan. Kebutuhan dapur menjadi berkurang dan hasil penjualan kebun masuk ke dalam kas pastoran. Sungguh, ada banyak hal positif yang kami alami lewat berkebun.
Selain membantu dalam hal keuangan, berkebun juga membantu saya dalam hal pemanfaatan waktu selama satu hari. Di pagi hari, saya bekerja di kantor paroki untuk membantu sekretaris paroki dalam urusan administrasi. Sore harinya saya bekerja di kebun sebagai pengganti olah raga yang biasa saya lakukan sejak masa kuliah.
Berkebun juga membantu saya untuk memahami situasi umat di sana yang kebetulan mayoritas berprofesi sebagai petani. Setiap kali bertemu, hampir selalu topik pembicaraan kami ialah tentang kebun. Saat itu kami saling memberi masukan. Dan yang jauh lebih penting dari situ ialah kami menjadi lebih akrab satu sama lain dan itu penting bagi saya mengingat saya masih orang baru di tempat itu dan sedang berusaha mendapatkan tempat di hati mereka.
Refleksi Pribadi