Meski usia saya dengan saudari ku jauh, namun kami pernah berada di lokasi yang sama dalam menjalani pendidikan. Saat itu saya sedang kuliah dan dia sedang SMA. Ayah dan ibu sengaja menyekolahkan dia tidak jauh dengan ku agar ada yang menjaganya. Sangat dimaklumi karena itulah pengalaman pertama bagi saudari ku berpisah jauh dari orang tua.
Setiap bulannya kami menerima uang dari orang tua. Baik itu untuk biaya kost maupun untuk uang saku. Sementara uang kuliah, biasanya langsung dilunasi di awal semester. Pekerjaan kedua orang membuat kami belajar ekstra hemat.
Sebenarnya saya berniat untuk bekerja sambil kuliah agar bisa meringankan beban orang tua. Namun saya tidak mampu karena untuk mengikuti perkuliahan saja saya sudah kelabakan. Saya khawatir tidak bisa membagi waktu dengan baik padahal orang tua mengirimkan saya untuk kuliah.
Pada suatu kali, handphone (HP) saya rusak. Sementara itu uang saya sudah habis dan saya segan memintanya kepada orang tua karena belum saatnya untuk meminta uang.
Lalu saya berniat meminjam uang kepada teman-teman kuliah. Namun saat hal itu diketahui oleh saudariku, dia melarang ku karena dia memiliki uang lebih dan itu cukup untuk membayar biaya reparasi Hp-ku. Saya heran mengapa ia punya uang lebih. Apakah dia punya tabungan sementara uang saku yang dikirim oleh orang tua jumlahnya sangat pas-pasan.
Saat saya mempertanyakan hal itu kepadanya, dia memberitahukan kepadaku sebuah rahasia, yaitu rahasia mereka dengan ayah selama ini. Ternyata secara diam-diam dan tanpa sepengetahuan dari ibu, ayah sering mengirim uang kepada dia. Dan ia mengatakan bahwa uang itu adalah uang saku dari ayah sendiri yang diberikan oleh ibu saat mereka gajian.
Akhirnya HP-ku beres tanpa meminjam uang kepada teman-teman. Saudariku meminta agar saya tidak memberitahukan kepada siapa-siapa tentang rahasia mereka dengan ayah, entah itu kepada ayah terlebih kepada ibu. Ayah takut kalau nanti ibu jadi marah dengan itu karena seakan-akan ada pilih kasih di antara kami anak-anaknya.
Memang saat itu saya pun langsung berkesan kalau ayah pilih kasih kepada kami anak-anaknya. Namun setelah saya pikir-pikir, ternyata itu bukanlah suatu kesalahan. Itu merupakan sesuatu yang sangat wajar mengingat kami ada lima orang dan hanya satu perempuan. Selain itu, yang perempuan pun lahir belakangan dari kami alias anak bungsu.
Saat saudari kami itu lahir, betapa tak terkiranya kebahagiaan yang terpancar dari wajah kedua orang kami, secara khusus dari wajah ayah. Sebelum pergi kerja, ayah mengecup keningnya. Sepulang kerja, ayah membawanya jalan-jalan. Bahkan pernah juga ayah membawanya ke tempat tongkrongan ayah. Barangkali ayah hendak memperlihatkan rasa syukurnya yang tak terkira kepada teman-teman nongkrongnya bahwa apa yang ia harapkan selama ini telah dikabulkan oleh Tuhan.
Itulah pengalaman saya berhadapan dengan sikap ayah terhadap saudari kami. Sekarang saudari kami itu sedang kuliah dan ayah masih saja mengirimkan uang "rahasia" kepadanya. Dan sampai saat ini pun kami belum pernah membicarakannya kepada ibu atau juga mempertanyakannya kepada ayah.Â