Mohon tunggu...
dedit andrianto
dedit andrianto Mohon Tunggu... -

biasa ja

Selanjutnya

Tutup

Puisi

TAMAN KOTA

25 Maret 2014   16:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:31 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

TAMAN KOTA

sepasang muda mudi duduk di bangku taman,mereka bercengkrama.

tak ada batas,  bulan dan guguran daun jd syahdu.

Ia bertanya "adakah yang kau tak suka dari rembulan?" "aku tak menginginkan dia bercahaya malam ini,dia bisa saja mencatat dosaku masih dalam benak"

"aku berdoa agar daun ini bisa gugur,agar kita bisa bercumbu di tumpukannya"

'lalu bagaimana dengan angin malam ini?bisa saja dia menyampaikan hasrat mu ke Tuhan lalu mencatat di buku Merah-Nya" "biarkan angin malam masuk dahulu ke celah rokmu,dia bisa merasakan setiap inci pahamu kemudian terdiam sebelum aku mengusirnya,aku yakin dia akan diam karna dia sudah berhianat pada Tuhannya"

pukul 2 dini hari, angin malam kini hanya bisa memainkan bunga ,sementara bulan memejamkan matanya. mungkin akan berhianat pada Tuhannya.sedangkan daun yang gugur masih setia pada Tuhanya, dia membelakangi bisikan ranting. yang dia tau hanya malam ini seperti malam-malam semi biasanya, berdansa mengikuti alunan romantika taman kota.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun