Bahkan, Ismadi juga menduga bila JPU Dona Martinus Ginting SH dibayar agar menjatuhkan tuntutan berat kepada Sabri. Pasalnya, tuduhan JPU tidak pernah terbukti dalam persidangan.
“Di sini kita lihat banyak keganjilan. Harusnya JPU bisa mengambil kesimpulan yang baik dan mempelajari kembali kasusnya,” tambah Ismadi.
Apalagi, hingga tuntutan dibacakan, JPU Dona tak sekalipun menghadirkan saksi utama. JPU selalu beralasan kalau saksi utama sedang berada di luar kota. Fakta ini berbanding terbalik, padahal saksi utama yang dimaksud berada di rumahnya.
Tak heran bila Julheri Sinaga SH sebagai pengacara Sabrisam, menyebut persekongkolan yang tengah dimainkan, sangat kejam. Karena dengan demikian, Sabrisam sedang dibunuh hak-hak azasi yang dimilikinya.
"Ini sudah pembunuhan hak-hak seseorang untuk mendapat keadilan. Ini termasuk kejahatan HAM," tegas Julheri.
14 April lalu, Sabri yang secara lisan divonis selama 2 tahun 6 bulan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Lubukpakam. Dalam amarnya, majelis hakim yang terdiri dari H Syukri, Ahmad Samuar dan R Zaenal Arief, menyatakan Sabri bersalah melakukan tindak pidana sesuai isi Pasal 170 ayat (2) KUHPidana dan Pasal 193 ayat (1) Undang-undang No 8 Tahun 1981.
Ironinya, sejak vonis lisan itu, sampai sekarang Sabri tak pernah melihat atau memegang surat vonis terhadap perkaranya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H