Mohon tunggu...
Dedi Suhandi
Dedi Suhandi Mohon Tunggu... -

Hidup itu untuk beramal sholeh untuk diri sendiri dan sesama agar ber_efek positif, sebaik2nya manusia adalah yg mampu memberi manfaat, selamat Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjaga Keberagaman

4 April 2014   18:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:05 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13965838541063148568

Masyarakat madani adalah memanusiakan manusia, menjunjung tinggi nilai, norma dan tata krama kehidupan serta bersikap toleran terhadap perbedaan seberapapun besarnya corak perbedaan itu. Namun dalam relita empiris idealisme itu menjadi berantakan, seringkali diruntuhkan oleh mereka yang berprilaku egois, memonopoli kebenaran kelompok dan golongannya semata, bahkan ketika golongannya merasa kuat atau mayoritas seolah berhak melakukan apapun untuk tidak menerima perbedaan sehingga menyebabkan kesimpangsiuran psikologis dan menjadikan bibit – bibit intoleransi.

Seringkali minoritas tak diberi ruang yang layak, dikucilkan dan dimarginalkan. Saya mengutip seorang pakar (buya Ahmad Syafii Ma’arif – Resonansi Republika, selasa 8 Januari 2013) yang menulis begini : “Sikap tak toleran inilah yang mengacaukan arus sejarah menuju sebuah dunia cita – cita yang adil dan ramah, diatas segala perbedaan yang memang merupakan sunah Allah SWT itu. Kasus kekerasan terhadap kelompok – kelompok kecil di Indonesia, di mana polisi sering tak berdaya mengatasinya cukup meresahkan dan merupakan bukti kelompok ini dibuat agar merasa tidak aman dan tidak nyaman lagi hidup di bumi Pancasila ini” dengan mealnjutkannya untuk mengajak kita begini : “ Mari kita kelola perbedaan dengan baik dan arif, demi terciptanya sebuah kehidupan yang adil dan beradab di muka bumi”.

Keprihatinan saya bukan berarti memajang kebenaran adalah sama di mata Allah SWT, tidak sama sekali ! Bahwa Islam adalah keyakinan hakiki dengan Qur’an dan Hadist sebagai falsafah sumber hukumnya, kalau hal itu tidak tertanam dalam hati masing - masing, maka setiap orang akan mudah berganti agama, namun kita juga harus bersedia menerima dan memberikan posisi yang sama terhadap pihak/kelompok lain yang menganggap pihak/kelompoknya paling benar, yang saya maksud adalah sikap pemaksaan kebenaran kepada pihak/kelompok lain apalagi dengan cara – cara kekerasan (karena : ‘Tidak ada paksaan dalam beragama’, Al – Baqarah ayat 256) yang di sebut buya Ahmad Syafi’i Ma’arif : “Ini adalah kecelakaan sosial yang tidak boleh diperpanjang lagi, sebab energi kita sebagai bangsa akan terkuras oleh gangguan tak beradab semacam itu”.

Kita sering bersuara lantang tentang zionis Israel yang sangat biadab merebut dan mengusir bangsa Palestina dari negaranya sendiri dengan cara – cara diluar nalar sehat, kita juga mengurut dada atas prilaku sadis pembersihan etnis di Bosnia, atau kelakuan bar – bar terhadap suku Rohingya di Myanmar, perilaku – prilaku itulah yang wajib kita hindari. Kita ini hidup di zaman global, yang serba mudah dalam mengakses berbagai informasi, tetapi ada sebagian yang seolah hidup masih seperti zaman primitive yang pemikirannya lebih terbelakang dibanding zaman Majapahit dalam menjunjung tinggi perbedaan dengan konsep “Bhinneka Tunggal Ika”_ nya sebagai buah pemikiran yang sangat maju dizamannya sehingga dijadikan lambang negara oleh The Founding Fathres bangsa kita. Kebanggaan sebagai keberagaman Indonesia inilah yang semestinya tetap kita jaga bersama agar tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai sebuah simbol keanekaan, keberagaman, kebermacaman dan keunikan yang telah sungguh – sungguh diperjuangkan oleh para founding fathers ini dapat tetap kokoh terpelihara hingga anak cucu kita kelak.

Akhirnya marilah kita genggam Al – Qur’an dengan kokoh dan menjadi penegas penjaga perbedaan dalam koridor toleransi yang beradab sebagaimana telah termaktub pada suratal – Kafirun ayat 6 yang artinya : “Bagimu agamamu, bagiku agamaku”, untuk itu kita berlomba – lomba saja dalam mengejar amal sholeh (fastabiqul khoirot) untuk bekal akhirat kita kelak dan jadikan Islam sebagai Rahmatan Lil’aalamiin bagi sekitar kita sehingga menjadikan kita semakin yakin bahwa esensi Islam adalah sebuah agama akhir yang telah disempurnakan Allah SWT semata. Wallahu Alam Bissawab.

*) Penulis adalah Pengurus DPD Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kuningan, Bidang Media.

[caption id="attachment_318421" align="alignnone" width="300" caption="Persatuan"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun