Pendidikan adalah kewajiban negara kepada warganya. Hal ini tertuang dalam UUD 1945 pasal pasal 31 ayat (2) yang menyatakan ”Setiap warganegara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”Akan tetapi, bersekolah dan kuliah lebih dititikberatkan sebagai kewajiban orang tua kepada anaknya. Jika ada anak yang tidak mampu kuliah, baik karena urusan finansial maupun kemampuan akademik, maka orang tualah yang dibuat repot selaku si ”pemilik” anak, bukan negara.
Realita ini seharusnya menjadi dasar untuk tidak perlu memperdebatkan sistem penerimaan masuk PTN bagi calon mahasiswa. Begitu pula dengan beban biaya yang harus diselesaikan oleh mahasiswa selama kuliah di PTN tersebut. Apapun jalurnya, baik itu SNMPTN, SBMPTN, dan jalur mandiri, semua memiliki plus dan minusnya.
Misalnya pada jalur SNMPTN, siswa sudah mempersiapkannya sejak kelas X. Jika ada yang mencurigai bahwa pemalsuan nilai rapor dapat mengurangi kredibilitas hasil SNMPTN? Lalu, apakah seleksi melalui jalur SBMPTN dan jalur mandiri yang dianggap lebih baik dapat menjamin bersih dari kecurangan? Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan salah satu di antaranya yang paling baik adalah sesuatu yang kurang tepat.
Sebagai seorang guru, saya sangat mengapresiasi kepada para siswa yang berani untuk ikut serta mendaftarkan diri sebagai peserta, baik di jalur SNMPTN, SBMPTN, ataupun nanti yang melalui jalur mandiri. Karena pada dasarnya, keberanian itulah yang menyeleksi diri mereka sendiri. Para siswa sudah mengukur sampai di titik mana kemampuan akademik dan finansialnya.
Berkaitan dengan itu, membaca tulisan Dinda Lisna Amilia, disusul kemudian M. Hadi Subhan, dan yang terakhir Ardhie Raditya (Jawa Pos, 17/3/2016) membuat saya tertarik untuk menyampaikan cara pandang saya selaku orang tua dan guru bagaimana seharusnya anak-anaknya bersekolah, khususnya kuliah.
Sebagai unsur fungsional, saya sangat memahami apa yang dirasakan oleh para siswa saat ini. Ibarat menjawab soal, mereka dihadapkan pada jenis multiple choice yang option-nya benar semua. Akan tetapi, mereka harus memilih yang sesuai dengan kunci jawaban jika ingin mendapatkan nilai. Artinya, jalur masuk PTN untuk saat ini semuanya ideal. Ideal bagi siapa? Bagi peserta yang akan berkompetisi dan memenangkannya.
Untuk mengantarkan anak menjadi sukses melalui jalur kuliah, bukan terletak pada sisi jenis jalur seleksi masuknya, tetapi pada proses bagaimana dia menjalani perkuliahannya. Jadi, sebagus apapun sistem yang diterapkan pada SNMPTN, SBMPTN, dan jalur mandiri tidak akan bisa menghindarkan dari adanya kekurangan.
Pun demikian dengan Ardhie Raditya yang menyatakan bahwa perlu ada tes kualitatif, psikologis, dan praktik. Mungkin Ardhie perlu menyadari bahwa jalur seleksi yang ada saat ini adalah seleksi bersama sehingga sistem yang dipakai berorientasi pada efektifitas, efisiensi, dan collectivereport. Model tes kualitatif, psikologis, dan praktik hanya dapat dilakukan oleh beberapa jurusan saja, seperti keolahragaan yang perlu melakukan tes praktik untuk mengetahui keahlian olahraga apa yang dimiliki oleh calon mahasiswanya. Oleh karena itu, sangat sulit melakukan model tes seperti ini, kecuali jika seleksi tersebut dilakukan secara mandiri oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.
Menjadi Mahasiswa Sesungguhnya
Berkaitan dengan biaya kuliah, benar kata Ardhie bahwa ujung-ujungnya duit (UUD), namun saya melihatnya itu sebuah relatifitas. Murah jika mampu dan mahal jika tak mampu membayar. Masalahnya, bukan terletak pada ”berapa”, tetapi ”bagaimana”. Ya, bagaimana cara pembayaran biaya kuliah tersebut, apakah dibayar sendiri atau dibayarkan oleh orang atau lembaga lain.
Kesulitan finansial dan besarnya biaya yang harus diselesaikan seringkali menjadi momok bagi mahasiswa. Namun demikian, seharusnya persoalan tersebut bukan menjadi masalah bagi mahasiswa karena ada banyak cara dan jalan untuk mendapatkan tambahan financial, seperti: beasiswa, lomba menulis, pemilihan duta, dan jadi asisten dosen. Kuncinya, mereka harus total selama menjadi mahasiswa, yakni: belajar, menulis, dan berorganisasi.