"Siapapun presidennya nanti tidak menjadi persoalan, yang terpenting adalah kehidupan masyarakat bisa menjadi lebih baik". Ungkapan tersebut merupakan ungkapan masyarakat yang jauh dari jangkauan pembangunan dan sangat dekat dengan jangkauan para politisi yang hanya bisa hadir setiap akan digelarnya pemilihan umum.
Rumah-rumah penduduk yang jauh dari keramaian, dengan genting yang sebagian sudah rapuh dan sebagian sudah diganti dengan seng berkarat, berpintu kayu tua yang semakin habis oleh rayap seakan jadi saksi seumur hidup penghuni rumah itu. Tidak ketinggalan diatas pintu tua masih tertempel wajah caleg dan calon presiden dari mulai tahun 2004, 2009 dan tahun 2014 mendatang. Gambaran kondisi tersebut seakan menjadi pemandangan rutin bak kapal selam yang hanya muncul sewaktu-waktu (5 tahun sekali).
Tahun 2014 masyarakat pinggiran kembali disuguhi gambar-gambar calon wakilnya dan tidak berbeda dengan 5 (lima) tahun kebelakang stiker-stiker berlogo partai dan calegnya kembali menghiasi pintu-pintu yang reyod dan kaca rumah yang mulai kusam. keadaan yang sama senantiasa berulang terus menerus akan tetapi disisi penghuni rumah dapat dilihat perbedaan yang mencolok. Mungkin pada tahun 2004/2009 penghuni rumah hanya terdiri dari 5 orang saja. seorang Bapak, ibu dan ketiga anaknya. Stiker berganti muka dengan polesan adobe photosop, akan tetapi penghuni rumah masih tetap seperti dulu hanya berganti kulit dan rambut saja. Dahulu bertubuh gegap, berkulit kencang dan berambut hitam, sekarang penghuni bertubuh bungkuk, berkulit keriput, berambut penuh uban bahkan penghuni dalam rumah reyod itu pun sekarang sudah bertambah menjadi 9 (sembilan orang) karena rumah tersebut ternyata sudah berpenghuni dua orang kepala keluarga.
Sampai kapanpun pemilu yang diselenggarakan tidak akan mampu mengubah kondisi masyarakat jika hanya menyodorkan politisi yang berpandangan lama. Diperlukan politisi-politisi yang mempunyai pandangan jauh kedepan dan berani melawan hawa nafsunya.
Masyarakat yang kelaparan, bergubug reyod dan jauh dari akses pendidikan maupun kesehatan telah terbiasa dimunculkan hanya pada saat pemilihan umum akan digelar saja se akan masyarakat kecil diciptakan hanya untuk menjadi alat pemenangan para politisi. Pemilihan umum yang akan digelar masih seperti acara reality show pencari bakat, masyarakat dirangsang dan diperintah untuk mencoblos para konstestan tanpa mengetahui manfaat, keuntungan/ dampaknya 5 (lima) tahun kedepan. Tingginya partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum telah menjadi pekerjaan rumah para penyelenggara pemilihan akan tetapi hal tersebut lagi lagi hanya untuk dijadikan bahan penilaian agar para penyelenggara pemilihan umum mendapat nilai lebih (penghargaan) dari para pejabat publik lainnya. Tanpa memberi pemahaman kepada masyarakat untuk apa memilih dan apa manfaat memilih hanya diberitahu bahwa tanggal 9 (sembilan) april 2014 kita harus berangkat ke TPS untuk memilih.
Lembaga-lembaga survey telah banyak memunculkan calon-calon presiden yang berpotensi menang. akan tetapi seperti biasanya masyarakat tetap bingung kenapa calon-calon presiden itu disebut berpotensi menang? apa yang akan diperbuat? perbuatannya untuk siapa? apakah untuk kroninya atau untuk negaranya?. Sampai saat ini dengan banyaknya gambar-gambar dan iklan-iklan yang sudah mulai masuk ke pelosok pelosok secara tidak langsung menandakan bahwa para politisi tersebut tidak percaya diri dan belum dikenal dikalangan masyarakat pelosok, karena kebingungan harus bagaimana masuk ke lingkungan masyarakat kecil yang jauh dari jangkauan alat transportasi. Maka, strategi yang dipakai hanya mengandalkan gambar-gambar saja dan itupun dibantu oleh timnya yang tidak tahu kondisi riil yang ada, kemudian masyarakatpun dibuat bingung antara memilih para calon atau memilih tim sukses calon.
Sehingga pada akhirnya masyarakat tetap memilih berdasarkan kenalan dari kenalan tim suksesnya bukan karena visi dan misi yang akan dibangun oleh para calon langsung yang telah terpampang gambarnya ditempat tempat umum bahkan yang menempel dipintu rumahnya walaupun sampai saat ini belum mengetahui siapa yang menempelkannya untuk tahun 2004,2009 dan 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H