Mohon tunggu...
Dedi Maing
Dedi Maing Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Pelajar/Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dibalik Vonis Ahok, Ada Keindonesiaan yang Luntur

11 Mei 2017   22:09 Diperbarui: 11 Mei 2017   22:28 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok melambaikan tangan saat tiba di rumah tahanan LP Cipinang, Jakarta, Selasa (9/5). Foto: Tempo.co


Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh majelis hakim. Reaksi atas hukuman ini pun datang dari seluruh penjuru nusantara. Ada yang berempati terhadap Ahok namun ada pula yang bersyukur atas hukuman. Vonis atas Ahok dapat menjadi sebuah cermin kehidupan berdemokrasi, bahwa kita sedang hidup di negara setengah demokrasi.

Negara setengah demokrasi bukan hanya bercerita tentang ketimpangan palaksanaan sistem demokrasi tetapi juga mengamalkan nilai-nilai demokrasi. Vonis dua tahun penjara dapat diperdebatkan oleh siapa saja khususnya para akademisi hukum. Sebagai warga negara kita harus menghormati hukum tetapi sekaligus mengkritisi segala keputusan yang ada.

Sebuah negara demokrasi tak boleh anti kritik. Hukuman pada kasus Ahok dinilai sebagai sebuah pengadilan oleh massa. Keputusan yang diambil hanya untuk menghentikan ribuan suara massa yang terus berorasi menuntut Ahok dipenjara. Tapi para hakim menepis kritik. Mereka menilai bahwa keputusan itu telah tepat dan adil karena berdasarkan fakta persidangan. Pengadilan perkara Ahok tak diintervensi oleh siapapun.

Perkara Ahok dieksekusi begitu cepat. Salah satu faktornya adalah jiwa besar Basuki Tjahaja Purnama yang taat pada hukum. Ia tak pernah absen mengikuti proses persidangan dan bahkan tetap menghormati  para hakim.

Lalu bagaimana dengan persidangan terhadap kasus lain misalnya kasus yang menjerat Habib Rizieq. Masih ingatkan? Sampai dimanakah proses hukumnya? Proses hukum terhadap Habib Rizieq seperti mati suri. Hilang tak bersurih. Mungkin karena tak ada massa yang berunjuk rasa menuntut Habib Rizieq di hukum.

Tentunya bagi saya, di hadapan hukum Ahok lebih baik dari Habib Rizieq. Sedangkan soal kepemimpinan keduanya adalah baik. Ahok pemimpin yang baik untuk warga Jakarta dan cermin pemimpin jujur nan adil. Sedang Habib rizik adalah pemimpin yang baik bagi anggota FPI serta jajaran politiknya.

***

Reaksi terhadap vonis Ahok adalah cermin kehidupan berdemokrasi. Banyak pendukung menuntut agar Ahok bebas dari hukuman. Mereka menyuaraknya dengan damai. Meski demikian ada juga ocehan seperti RIP Indonesia, matinya demokrasi dan lain-lain di media sosial. Ketidakpuasan selalu ada pada sebuah pengadilan. Namun kita tak pantas mengutuk Indonesia. Mungkin, Ahok juga tak menghendaki itu.

Karena larut dalam kegembiraan bahwa seorang penista agama telah dihukum maka tak heran mereka juga melanggar tatanan nilai kehidupan berbangsa. Identitas Ahok dijadikan alat provokasi. Berbagai komentar pun muncul misalnya dasar kafir dan china. Bahkan ada juga yang berkomentar bahwa dasar China-komunis. Sebuah komentar yang bukan hanya menghina pribadi orang tetapi sebuah bangsa.

Semua ocehan itu menggambarkan bahwa keindonesiaan kita sedang luntur. Kita sendiri sedang merusak citra bangsa. Bangsa lain menertawakan tingkah laku kita, belajar kelemahan kita, dan menggalang kekuatan menyerang kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun