Mohon tunggu...
Dedi Laksana
Dedi Laksana Mohon Tunggu... Karya Sastra Pujangga

Salah satu filosofi dasar cinta yg kujual dlm karya sastraku adalah,... Bisa bahagia dlm keadaan apapun, tanpa syarat apapun.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jalan Simpang di Hilir Sungai

14 Juli 2020   23:28 Diperbarui: 15 Juli 2020   06:28 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ciat-ciat!" Raden Mas Said masih terbenam dalam gerakan-gerakan olah kanuragan yang dimainkannya. Tampak di sekelilingnya mulai timbul banyak pusaran angin yang bergulung-gulung. Jumlah pusaran angin itu tadinya sedikit, lama-lama jadi banyak. Bentuk awalnya kecil, lama-lama jadi besar. Saat pusaran angin itu masih kecil bentuknya, hanya seonggok rumput ilalangdan bunga bakung yang berhasil dicerabutnya. Namun setelah pusaran itu semakin besar, dengan lebar pusaran bagian atas mencapai tiga depa, patahan badan dan akar pohon sengon yang patah tadipun akhirnya tercerabut dari bumi  dan melayang di udara.

"Byur !" suaranya terdengar sangat keras ketika badan dan akar pohon sengon itu jatuh ke dalam Kali Pepe, menyusul dahan, ranting dan daunnya yang sudah tercebur duluan dan telah hanyut entah kemana. Raden Mas Said tidak menyangka Ilmu Kedigjayaan Aji Bayu Braja yang dikerahkannya bisa sedemikian dahsyat dampaknya. Untuk Aji Bayu Braja, bisa dibilang Raden Mas Said belum menguasai secara sempurna, masih harus berlatih dan

Perguruan Silat Kraton Mataram, Merpati Putih mulai terbentuk sekitar tahun 1550-an, seiring dengan berdirinya Kerajaan Mataram, kemudian semakin dimatangkan dan dikembangkan oleh Raja Matram ke-5, Amangkurat II Amral, yang bergelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Prabu Mangkurat Ingkang Jumeneng Ing Kartosuro (1677-1703). Arti dari Merpati Putih adalah singkatan dalam bahasa Jawa, yaitu Mersudi Patitising Tindak Pusakan Titising Hening, yang berarti mencari sampai mendapat kebenaran dengan ketenangan. Dijaman milenium ini, merpati putih merupakan salah satu anggota Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), Martial Arts Federation for World Peace (MAFWP) dan Internasional Pencak Silat Federation (IPSF).

berlatih terus. Pada tahapan sempurna, saat pengerahan ajian itu kita tidak meski harus dalam kondisi siaga penuh, tapi bisa sambil bersamadi, sambil ngobrol atau bahkan sambil minum kopi. Menurut sahibul hikayat, Aji Bayu Braja termasuk ilmu andalan Sang Maha Patih Gajah Mada. Sifat dari ajian ini memang cenderung lebih cocok untuk para pendekar papan atas, para petinggi negara atau para pemimpin perang. Karena profesi semacam itu sering terkepung oleh musuh yang banyak, perlu ilmu dahsyat yang dalam waktu singkat bisa memporakporandakan banyak musuh. Kata bayu itu sendiri berarti angin, dan braja berarti petir. Dengan ajian ini, kita kalahkan musuh dengan kekuatan angin dan petir. Disaat musim hujan dan musim badai, kedahsyatan ajian ini bisa berlipat-lipat.

Waktu terus mengalir dengan keheningan yang semakin mencekam. Suara orong-orong terdengar riuh bersahut-sahutan, pertanda waktu senjahari telah datang. Bantara Kali Pepe segera akan didekap oleh kegelapan, dan dia tak bakal punya daya untuk meronta dan melepaskan diri dari kegelapan yang mengukungnya. Seiring dengan suasana senyap yang merayap, Raden Mas Said mencoba menenggelamkan diri secara total dalam kekhusyukan samadi. Dia mencoba mengerahkan kembali Aji Bayu Braja yang sudah ditutupnya, tapi dalam posisi bersamadi.

Ternyata, sampai beberapa helaan nafas, pergerakan kembali Aji Bayu Braja belum berhasil. Udara masih bertiup dengan irama mereka sendiri,  belum bisa dibawah kendali Raden Mas Said. Semakin berusaha melarutkan diri di dalam kesyahduan samadi, pikiran Raden Mas Said malahan semakin kacau. Yang terbayang kemudian malah wajah ibunya, Raden Ayu Wulan, yang sudah meninggal saat dia masih berusia sekitar tujuh tahun. Terlintas juga wajah ayahnya, Pangeran Mangkunegara Kendang yang kini dibuang ke Srilangka oleh Kaum Penjajah. Wajah neneknya raden Ayu Sumanarsa, yang selalu memberi nasehat-nasehat kebajikan, wajah dua orang adiknya Raden Mas Ambiya dan Raden Mas Sabar, yang masih berusia belasan tahun, melintas juga dalam pikirannya. Ah, semoga kedua adiknya tidak kenapa-napa. Mudah-mudahan Kaum Penjajah kejam itu tidak berbuat gila dengan menjadikan kedua adiknya sebagai sandera, untuk dapat menangkapnya. Ketakutan seperti itu sempat menyembul juga dalam benaknya, karena Raden Mas Said paham, dalam perang apa saja bisa terjadi. Dan yang paling menghantui pikirannya, dan memberi sumbangan sangat besar dalam meningkatkan tensi kegelisahan hatinya, adalah Raden Ayu Inten kekasihnya. Sebagai putri kraton, anak Pangeran Mangkubumi, yang dibesarkan dalam suasana berkecukupan, bisakah dia nanti akan selalu setia mendampingi Raden Mas Said dengan keadaannya yang seperti sekarang ini. Namanya perang gerilya, entah itu menang atau kalah, pasti suasananya akan penuh dengan penderitaan dan kesengsaraan. Tidak akan pernah ada kopi pagi yang nikmat, atau tidur malam yang nyenyakkarena butir-butir peluru Kaum Penjajahsetiap saat siap mengoyak kedamaian hidup yang kita alami. Disela-sela lamunannya berkelebat juga bayangan wanita-wanita yang pernah dekat dalam kehidupannya. Mereka sedang jauh karena terpisahkan oleh jarak dan waktu, tapi getarannya serasa sangat dekat di dalam pelupuk mata.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun