Mohon tunggu...
Dedi Irawan
Dedi Irawan Mohon Tunggu... Penulis - The Pessimistic Man

Seorang lelaki pesimis yang bercerita tentang kehidupannya | Find me on Instagram @wilfrededida

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Agama Musuh Terbesar Pancasila?

15 Januari 2024   12:37 Diperbarui: 15 Januari 2024   13:15 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prof. Anhar Gonggong di (Forum ILC, 19/02/20), mengatakan “Pertama, republik ini dan dalam kerangka dasar Pancasila, yang menciptakannya orang beragama. Dan kedua, orang – orang itu orang terdidik dan tercerahkan.” Ujar, sejarawan senior itu, dalam perdebatan mengenai “Agama Musuh Terbesar Pancasila?”.

Para sejarawan sudah menyatakan dan sepakat bahwa Pancasila dibentuk oleh orang yang beragama. Tetapi bagaimana dengan orang yang tidak beragama, yang lebih dikenal dengan sebutan agnostik. Lalu, seperti apa posisi para atheis dan agnostik di kacamata Pancasila?

Posisi orang atheis dan agnostik masih abstrak. Orang yang mempercayai Tuhan, tetapi tidak percaya dengan agama disebut agnostik. Sedangkan yang tidak mempercayai Tuhan disebut atheis, yang otomatis juga tidak percaya agama karena, agama sebagai sistem atau perangkat untuk menggapai Tuhan.

Argumentasi yang dibangun orang atheis, bahwa Tuhan tidak dapat dibuktikan dengan sains. Tuhan tidak dapat dilihat oleh manusia dan berbuat baik tidak harus bertuhan. Kemudian, saya bangun sendiri argumentasi orang agnostik, yang menurut saya; ketidakpercayaan orang atas agama, karena banyak konflik terjadi dengan dasar “agama”. Akibat terlalu fanatik terhadap agama tertentu yang dibenturkan dengan politik kekuasaan, dapat disebut sebagai manipulator agama dan eksekutor politik yang menyeret agama, untuk memperluas wilayah kekuasaan.

Lalu atheis, yang pasti terasingkan pada saat pembahasan Pancasila. Padahal katanya Pancasila sudah final, tetapi selalu dibahas berkali – kali, dan pembahasannya itu – itu saja. Masih seputar masalah ideologi. Dan pada nyatanya, masih belum final, karena pada praktiknya masih minim.

Melihat kacamata yang berbeda dalam Pancasila, harus merujuk pada ahli Pancasila, bukan pada politisi ataupun tokoh agama, pasti keliru dan kebingungan. Karena mereka menggunakan Pancasila sebagai alat melanggengkan kekuasaan, mencari masa, dan melindungi para kapitalis.

Mengutip buku Pancasila, terbitan Ideamedia Pustaka Utama, tahun 2018. Dr Hendra Nurtjahjo (Ketua Pusat Studi Pancasila, Univ. Pancasila dan Ketua Asosiasi Dosen Pancasila Se-Indonesia) mengatakan, Pancasila adalah hasil buah pikir, renungan, dan extract theosofie. Sebagai hasil olah pikir, Pancasila menjadi ideologi kehidupan bernegara. Pancasila menjadi pandangan hidup yang menjadi pegangan personal atau suatu kelompok dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam konteks kehidupan bernegara yang lebih nyata, Pancasila kemudian menjadi rechtsideologie yang menjadi sandaran dasar bagi tatanan norma hukum yang menjadi tulang punggung kehidupan bernegara dan berbangsa, bukan kehidupan beragama. Walaupun nilai terkandung dalam Pancasila hasil dari sosial dan budaya masyarakat beragama, tetapi saya kira ini keliru, masyarakat Indonesia tidak semua beragama dan bertuhan.

Dari semua pernyataan di atas, sebagai pembelajar, saya memberi pendapat beberapa pokok permasalahan yang terjadi diantaranya; masih menjadi “kesenjangan” antara ideologi dan praktik perilaku sehari-hari yang diperlihatkan oleh para pemimpin ataupun tokoh masyarakat, baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah.

Kesenjangan yang terjadi misalnya dalam menggunakan diksi, penjelasan mengenai hukum yang rumit yang dipaparkan dan teori yang terbilang terlalu bertele-tele, padahal pada praktiknya masih tidak ada nilai Pancasila. Masih memihak pada kapitalis (kaum bermodal). Bukan pada rakyat kecil. Rakyat tidak butuh penjelasan, tetapi butuh pembuktian dan hasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun