Mohon tunggu...
dedi efendi
dedi efendi Mohon Tunggu... Pengawas Madrasah

Pendidik, peneliti, dan motivator berdedikasi mencetak generasi unggul lewat inovasi pendidikan berbasis nilai. Sebagai Pengawas Madrasah, aktif dalam penelitian, pengembangan kurikulum, dan publikasi ilmiah. Berkomitmen mendorong transformasi pendidikan berbasis teknologi-kearifan lokal serta peningkatan profesionalisme guru untuk kemajuan bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lowbat Akal, Panik Nggak? -Saat Baterai HP Lebih Penting dari Logika

25 Januari 2025   19:37 Diperbarui: 25 Januari 2025   19:37 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hampir semua kita pernah mengalami momen panik saat HP tinggal 2%. Langsung cari colokan, pasang power bank, atau bahkan mematikan aplikasi agar baterai bertahan lebih lama. Tapi bagaimana jika akal kita yang "lowbat"? Apakah kita akan sesigap itu mencari cara agar tetap berpikir jernih?

Ironisnya, di zaman ini, banyak orang yang lebih takut kehabisan daya di HP daripada kehilangan daya pikir. Kita sibuk menjaga persentase baterai, tapi tidak peduli dengan persentase logika yang makin menipis.

Ketika "Otak Lowbat" Jadi Gaya Hidup

Di era digital, informasi datang bertubi-tubi. Setiap hari kita dicekoki berita, video pendek, dan konten viral yang berlomba-lomba merebut perhatian. Tapi alih-alih menyaring informasi, banyak orang justru memilih untuk asal percaya.

Ketika melihat berita bombastis di media sosial, bukannya bertanya, "Apakah ini benar?" kita malah langsung tekan tombol share. Logika? Tidak dipakai. Tabayun? Ah, ribet. Yang penting ikut tren, biar tidak kudet.

Lebih parahnya, ada yang bangga dengan sikap anti-kritis. Kalimat seperti "Aku mah nggak mau pusing mikirin yang berat-berat" atau "Udahlah, ikut aja arus" semakin sering terdengar. Akibatnya, banyak yang lebih percaya opini influencer daripada riset ilmiah, lebih suka berita hoaks daripada fakta yang membosankan.

Akal sehat makin tipis, tapi tidak ada yang panik.

Baterai HP dan Baterai Otak: Sama-Sama Butuh Charging

Saat HP mulai kehabisan baterai, kita buru-buru mencari solusi. Colokan harus dekat, power bank harus ada, bahkan ada yang punya lebih dari satu kabel charger di tas. Semua dilakukan demi memastikan perangkat tetap menyala.

Tapi bagaimana dengan otak? Kapan terakhir kali kita "mengisi daya" dengan membaca buku? Kapan terakhir kali kita benar-benar berpikir kritis, mempertanyakan sesuatu sebelum percaya?

Sama seperti HP yang mati jika baterainya habis, otak juga bisa "mati" kalau tidak pernah diisi dengan pemikiran berkualitas. Jika kita terus-menerus mengonsumsi informasi tanpa menyaring, lama-lama daya pikir kita terkikis, digantikan oleh opini tanpa dasar.

Takut Kehilangan Sinyal, Tapi Tidak Takut Kehilangan Akal

Orang bisa panik saat HP kehilangan sinyal. Tanpa internet, kita merasa terputus dari dunia. Tapi anehnya, ketika logika mulai mati, kita tetap santai.

Kita lebih cepat mengeluh soal koneksi Wi-Fi yang lemot daripada menyoroti kualitas pendidikan yang makin menurun. Kita lebih ribut soal kuota yang habis daripada ribut soal literasi masyarakat yang rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun