Hampir semua kita pernah mengalami momen panik saat HP tinggal 2%. Langsung cari colokan, pasang power bank, atau bahkan mematikan aplikasi agar baterai bertahan lebih lama. Tapi bagaimana jika akal kita yang "lowbat"? Apakah kita akan sesigap itu mencari cara agar tetap berpikir jernih?
Ironisnya, di zaman ini, banyak orang yang lebih takut kehabisan daya di HP daripada kehilangan daya pikir. Kita sibuk menjaga persentase baterai, tapi tidak peduli dengan persentase logika yang makin menipis.
Ketika "Otak Lowbat" Jadi Gaya Hidup
Di era digital, informasi datang bertubi-tubi. Setiap hari kita dicekoki berita, video pendek, dan konten viral yang berlomba-lomba merebut perhatian. Tapi alih-alih menyaring informasi, banyak orang justru memilih untuk asal percaya.
Ketika melihat berita bombastis di media sosial, bukannya bertanya, "Apakah ini benar?" kita malah langsung tekan tombol share. Logika? Tidak dipakai. Tabayun? Ah, ribet. Yang penting ikut tren, biar tidak kudet.
Lebih parahnya, ada yang bangga dengan sikap anti-kritis. Kalimat seperti "Aku mah nggak mau pusing mikirin yang berat-berat" atau "Udahlah, ikut aja arus" semakin sering terdengar. Akibatnya, banyak yang lebih percaya opini influencer daripada riset ilmiah, lebih suka berita hoaks daripada fakta yang membosankan.
Akal sehat makin tipis, tapi tidak ada yang panik.
Baterai HP dan Baterai Otak: Sama-Sama Butuh Charging
Saat HP mulai kehabisan baterai, kita buru-buru mencari solusi. Colokan harus dekat, power bank harus ada, bahkan ada yang punya lebih dari satu kabel charger di tas. Semua dilakukan demi memastikan perangkat tetap menyala.
Tapi bagaimana dengan otak? Kapan terakhir kali kita "mengisi daya" dengan membaca buku? Kapan terakhir kali kita benar-benar berpikir kritis, mempertanyakan sesuatu sebelum percaya?
Sama seperti HP yang mati jika baterainya habis, otak juga bisa "mati" kalau tidak pernah diisi dengan pemikiran berkualitas. Jika kita terus-menerus mengonsumsi informasi tanpa menyaring, lama-lama daya pikir kita terkikis, digantikan oleh opini tanpa dasar.
Takut Kehilangan Sinyal, Tapi Tidak Takut Kehilangan Akal
Orang bisa panik saat HP kehilangan sinyal. Tanpa internet, kita merasa terputus dari dunia. Tapi anehnya, ketika logika mulai mati, kita tetap santai.
Kita lebih cepat mengeluh soal koneksi Wi-Fi yang lemot daripada menyoroti kualitas pendidikan yang makin menurun. Kita lebih ribut soal kuota yang habis daripada ribut soal literasi masyarakat yang rendah.