Mohon tunggu...
dedi efendi
dedi efendi Mohon Tunggu... Guru - Pengawas Madrasah

Saya adalah pendidik, peneliti, dan motivator yang berdedikasi mencetak generasi unggul melalui inovasi pendidikan berbasis nilai. Sebagai guru senior di MAN 5 Agam dan kini Pengawas Madrasah di Kementerian Agama Kabupaten Agam, saya aktif dalam penelitian, pengembangan kurikulum, dan publikasi ilmiah. Komitmen saya adalah mendorong transformasi pendidikan berbasis teknologi dan kearifan lokal serta mendukung profesionalisme guru untuk kemajuan bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Seni Menerima Ketidaksempurnaan (The Art of Imperfection): Mencintai Diri di Tengah Kekurangan

16 Januari 2025   15:50 Diperbarui: 16 Januari 2025   15:50 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Manusia diciptakan dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kita sering terjebak dalam bayangan kesempurnaan---baik dari diri sendiri, orang lain, maupun standar sosial yang tak jarang membuat kita lupa akan hakikat penciptaan. Padahal, menerima ketidaksempurnaan adalah langkah awal menuju kedamaian sejati.

Ketika kita berbicara tentang ketidaksempurnaan, apa yang muncul di pikiran Anda? Wajah dengan garis penuaan? Keputusan yang salah? Atau mungkin kegagalan yang membuat hati terluka? Ketidaksempurnaan itu ada di setiap helai kehidupan kita, bagai benang-benang halus yang justru membentuk jalinan cerita hidup.

Memahami Makna Ketidaksempurnaan

Ketidaksempurnaan bukanlah kelemahan. Ia adalah ciri khas, sebuah penanda bahwa kita manusia yang memiliki keterbatasan. Dalam Al-Qur'an, Allah menyebut manusia sebagai makhluk yang "diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna" (QS. At-Tin: 4). Namun, kesempurnaan ini bukan berarti tanpa kekurangan, melainkan sempurna dalam desain, lengkap dengan kelemahan untuk mengingatkan kita pada Sang Pencipta.

Bayangkan sebuah mangkuk Jepang bernama kintsugi. Ketika pecah, mangkuk ini tidak dibuang, melainkan diperbaiki dengan emas. Retakannya tidak disembunyikan, tetapi dijadikan bagian dari keindahannya. Hidup kita pun seperti itu. Luka dan kegagalan bukanlah noda yang harus dihapus, melainkan bagian dari keindahan yang membuat kita unik.

Ketidaksempurnaan dalam Hubungan dengan Diri Sendiri

Sering kali, kita adalah hakim yang paling kejam terhadap diri sendiri. Kata-kata seperti "Aku tidak cukup baik," "Aku tidak layak," atau "Aku terlalu lemah," berputar dalam pikiran kita. Padahal, apakah burung menyalahkan dirinya karena tidak bisa berenang? Apakah pohon memarahi dirinya karena tidak mampu berpindah tempat?

Menerima ketidaksempurnaan adalah tentang memeluk kelemahan dan kelebihan kita. Ini bukan berarti kita berhenti berusaha, tetapi kita bergerak dengan kasih sayang terhadap diri sendiri.

Ketidaksempurnaan dalam Hubungan dengan Orang Lain

Sering kali, kita menuntut kesempurnaan dari orang lain---pasangan, anak, sahabat, bahkan rekan kerja. Namun, seperti halnya kita memiliki kekurangan, mereka pun demikian. Belajar menerima ketidaksempurnaan orang lain adalah bentuk cinta dan penghargaan yang tulus.

Sebagai contoh, seorang ibu yang merangkul anaknya meski nilai rapornya tidak memuaskan akan lebih dihargai daripada ibu yang terus-menerus mengkritik. Begitu pula dalam pernikahan, memaafkan kekurangan pasangan adalah cara untuk menjaga hubungan tetap utuh.

Belajar dari Ketidaksempurnaan

Ketidaksempurnaan sering kali mengajarkan kita pelajaran paling berharga. Dari kegagalan, kita belajar ketekunan. Dari kesalahan, kita belajar kebijaksanaan.

Saya pernah mendengar kisah seorang seniman yang merasa frustrasi karena lukisannya tak pernah terlihat sempurna. Suatu hari, ia berhenti mencoba menyempurnakan karya itu dan memutuskan untuk membiarkan apa adanya. Hasilnya? Lukisan itu justru menjadi mahakarya karena sentuhan alami yang murni dari dirinya.

Menemukan Keindahan dalam Ketidaksempurnaan

Menerima ketidaksempurnaan adalah sebuah seni. Seni ini mengajarkan kita untuk berdamai dengan diri sendiri, menghargai orang lain, dan menemukan keindahan di tengah kekurangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun