Pendahuluan
Pendidikan adalah pilar utama pembangunan bangsa, dan setiap era pemerintahan memiliki pendekatan unik dalam merumuskan kebijakan pendidikan. Pada era Nadiem Makarim, filosofi pendidikan Indonesia banyak merujuk pada pemikiran Ki Hajar Dewantara, yang menekankan pendidikan sebagai proses memerdekakan individu, menciptakan manusia yang berbudaya, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan.
Namun, di era menteri Dikdasmen saat ini, Prof. Abdul Mu'ti, menekankan pentingnya Deep Learning yang tentu saja memiliki landasan filosofi yang kuat. Landasan filosofi pendidikan  yang mendasarinya mengalami perluasan dengan menambahkan pandangan KH Ahmad Dahlan. Penggabungan dua tokoh besar ini menjadi langkah menarik dalam merumuskan pendidikan yang lebih inklusif dan relevan. Apa sebenarnya makna dari pengayaan ini? Bagaimana pandangan kedua tokoh ini bersinergi dalam membentuk visi pendidikan nasional?
Filosofi Ki Hajar Dewantara: Pendidikan yang Memerdekakan
Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai pelopor pendidikan Indonesia modern. Filosofinya, yang sering disebut sebagai "pendidikan memerdekakan," menempatkan peserta didik sebagai subjek utama dalam proses belajar. Beberapa poin utama pemikirannya adalah:
- Tri Pusat Pendidikan: Pendidikan dimulai dari keluarga, lingkungan, dan sekolah, dengan harmoni sebagai kuncinya.
- Tut Wuri Handayani: Peran pendidik adalah membimbing, bukan memaksakan.
- Kebebasan Berpikir: Pendidikan harus menciptakan individu yang mampu berpikir kritis dan mandiri.
Di era Nadiem Makarim, filosofi ini diterjemahkan dalam berbagai kebijakan seperti Merdeka Belajar, yang memberi ruang bagi siswa dan guru untuk mengeksplorasi potensi mereka tanpa terlalu terikat pada kurikulum kaku.
Pandangan KH Ahmad Dahlan: Pendidikan untuk Memberdayakan
KH Ahmad Dahlan, sebagai pendiri Muhammadiyah, memiliki visi yang sedikit berbeda namun saling melengkapi. Beliau melihat pendidikan sebagai sarana untuk:
- Mengintegrasikan Nilai Agama dan Sains: Membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga memiliki akhlak mulia.
- Memberdayakan Umat: Pendidikan tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk kemajuan masyarakat.
- Praktikal dan Kontekstual: Ilmu yang diajarkan harus relevan dengan kebutuhan zaman.
Pendekatan ini terlihat dari sistem pendidikan Muhammadiyah yang mengintegrasikan kurikulum agama dan umum, membentuk individu yang berkarakter sekaligus memiliki daya saing.
Sinergi Filosofi: Apa yang Berubah?
Pengayaan filosofi pendidikan nasional dengan menambahkan pandangan KH Ahmad Dahlan memberikan dimensi baru dalam kebijakan pendidikan:
- Dimensi Spiritual: Jika Ki Hajar Dewantara menekankan kebebasan berpikir, KH Ahmad Dahlan menambahkan aspek spiritual yang menanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.
- Pendidikan Holistik: Kombinasi kedua tokoh ini menciptakan pendidikan yang tidak hanya fokus pada kecerdasan intelektual tetapi juga pada karakter dan keterampilan sosial.
- Relevansi Zaman: KH Ahmad Dahlan menekankan pentingnya pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman, selaras dengan tantangan era digital.
Tantangan dalam Implementasi
Meski kombinasi filosofi ini menawarkan banyak kelebihan, implementasinya bukan tanpa tantangan:
- Keselarasan Kurikulum: Menggabungkan dua pendekatan besar memerlukan penyesuaian kurikulum yang tidak sederhana.
- Pelatihan Guru: Guru perlu memahami dan menerapkan dua filosofi ini secara seimbang.
- Penerimaan Masyarakat: Filosofi pendidikan yang terlalu ideal mungkin memerlukan waktu untuk diterima di tingkat akar rumput.
Refleksi dan Harapan
Perkembangan ini menunjukkan bahwa pendidikan nasional semakin inklusif dan kaya akan nilai-nilai lokal yang relevan dengan kebutuhan global. Dengan memadukan filosofi Ki Hajar Dewantara dan KH Ahmad Dahlan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menciptakan sistem pendidikan yang tidak hanya melahirkan individu cerdas tetapi juga memiliki kepedulian sosial dan spiritualitas yang tinggi.
Namun, keberhasilan filosofi ini sangat bergantung pada implementasi nyata di lapangan. Pemerintah, guru, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa pendidikan yang memerdekakan dan memberdayakan ini benar-benar dirasakan oleh setiap anak bangsa.