Mohon tunggu...
dedi efendi
dedi efendi Mohon Tunggu... Guru - Pengawas Madrasah

Pak DE adalah guru yang mendedikasikan hidupnya untuk meraih keridhaan Allah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Informatika: Dari Profesional ke PNS, Siapa yang Paling Siap Mengajar?

24 Desember 2024   12:39 Diperbarui: 24 Desember 2024   12:39 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mendengar kata "guru," seringkali kita terbayang figur di depan kelas yang sabar, penuh dedikasi, dan setia berbagi ilmu tanpa pamrih. Namun, ketika istilah itu disandingkan dengan "Informatika," bayangan menjadi lebih kompleks. Guru Informatika bukan hanya mengajarkan pengkodean atau mengutak-atik perangkat keras, tetapi juga menjadi pelatih berpikir logis, inovator di era digital, dan sekaligus agen perubahan di dunia pendidikan.

Selama empat hari terakhir, saya mendapat amanah menguji praktik calon guru PNS di lingkungan Kementerian Agama Sumatera Barat, khususnya untuk formasi guru Informatika. Dari proses seleksi ini, muncul sebuah spektrum menarik tentang siapa sebenarnya yang paling siap mengemban tugas mulia ini. Kandidat datang dari latar belakang yang beragam---dari fresh graduate, guru honorer, hingga profesional dengan pengalaman kerja di perusahaan teknologi. Dan di sinilah satire kehidupan mulai terlihat.

Beragam Latar Belakang, Beragam Harapan:
Calon guru dari kategori fresh graduate menawarkan energi muda dan semangat membara. Mereka datang dengan idealisme yang belum tersentuh realitas keras dunia pendidikan. Namun, seringkali, pengalaman praktik mereka belum cukup untuk menjawab kebutuhan nyata di lapangan. Seperti program komputer tanpa debugging, mereka masih rentan menghadapi "error" ketika teori bertemu praktik.

Sementara itu, guru honorer adalah wajah perjuangan. Mereka telah melewati pahit-manis menjadi pengajar dengan segala keterbatasan. Sayangnya, terkadang, keterbatasan fasilitas dan pelatihan membuat kemampuan mereka stagnan. Mereka hadir dengan semangat tinggi tetapi sering kalah bersaing dalam penguasaan teknologi terkini.

Lalu, ada kaum profesional. Mereka datang dengan percaya diri, membawa pengalaman lapangan yang kaya. Mereka sudah terbiasa dengan tantangan deadline, manajemen proyek, dan teknologi termutakhir. Namun, kehadiran mereka di arena seleksi PNS seolah menjadi satire tersendiri. Mengapa seseorang yang sukses di dunia profesional tertarik menjadi PNS? Apakah karena panggilan jiwa, atau ada daya tarik lain seperti stabilitas, jaminan pensiun, atau... "jam kerja yang pasti"?

Profesionalisme vs. Idealisme:
Hasil wawancara menunjukkan bahwa kandidat dari kalangan profesional lebih unggul dalam berbagai aspek. Mereka memahami kebutuhan dunia digital secara aktual, mampu memecahkan masalah dengan cepat, dan seringkali punya keterampilan komunikasi yang mumpuni. Namun, pertanyaan kritisnya: Apakah mereka benar-benar siap meninggalkan dunia korporat yang serba cepat untuk menghadapi ruang kelas yang penuh tantangan emosional dan administrasi yang kadang menjenuhkan?

Di sisi lain, guru honorer dan fresh graduate membawa nilai-nilai idealisme yang mungkin hilang dalam dunia korporat. Mereka cenderung lebih sabar dalam menghadapi siswa yang beragam, lebih fleksibel dalam menerima keterbatasan fasilitas, dan tentunya lebih memahami dinamika dunia pendidikan.

Mengapa PNS Masih Diminati?
Fenomena menarik lainnya adalah daya tarik status PNS yang tetap tinggi, bahkan bagi kaum profesional. Dalam wawancara, beberapa profesional dengan jujur mengungkapkan bahwa stabilitas finansial dan jenjang karir yang jelas menjadi daya tarik utama. "Di perusahaan, kami harus terus berinovasi atau tersingkir. Di sini, meskipun ada tantangan, rasanya lebih manusiawi," ujar salah satu kandidat.

Hal ini menunjukkan bahwa status PNS masih memiliki daya pikat kuat di tengah ketidakpastian dunia kerja modern. Namun, apakah sistem seleksi kita sudah cukup untuk menjaring mereka yang benar-benar siap mengabdi, ataukah hanya menjadi pelarian dari dunia korporat?

Satire Kehidupan Guru Informatika:
Melihat kandidat yang ada, saya teringat sebuah ironi. Guru Informatika, yang seharusnya menjadi agen perubahan di era digital, seringkali terjebak dalam sistem pendidikan yang masih analog. Seberapa pun canggihnya seorang guru, jika harus bekerja dengan komputer jadul dan koneksi internet yang lambat, hasilnya tetap saja suboptimal.

Lebih ironis lagi, di beberapa tempat, pelajaran Informatika belum dianggap prioritas. Padahal, di era Revolusi Industri 4.0, keterampilan digital adalah kunci keberhasilan masa depan. Apakah kita sedang membangun jembatan menuju masa depan, atau hanya memperbaiki jalan setapak yang retak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun