Mohon tunggu...
Dedi D Kristianto
Dedi D Kristianto Mohon Tunggu... Konsultan - God Bless Us

Pengamat Perasuransian

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

BPJS Kesehatan di Persimpangan Jalan

16 Juni 2020   08:00 Diperbarui: 16 Juni 2020   08:13 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Permasalahan yang terjadi pada BPJS Kesehatan sejak terbentuknya tahun 2014 seakan tidak pernah ada habisnya, seperti halnya kotak pandora Ketika satu permasalahan muncul akan mendorong munculnya permasalahan lain, BPJS Kesehatan memiliki peran dan fungsi yang vital bagi masyarakat dalam hal pemeliharaan Kesehatan.Upaya perbaikan dan kontribusi akan gagasan-gagasan baru untuk perbaikan terus disuarakan agar BPJS tetap bisa survive dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tulisan dibawah ini juga merupakan salah satu kontribusi pemikiran untuk  bisa menjadi wacana bagi penyelesaian masalah BPJS Kesehatan.

Berdasarkan data kepesertaan BPJS Kesehatan hingga akhir April 2020 total peserta BPJS kesehatan adalah  sekitar 222.939.830 peserta. Dari jumlah tsb terdiri dari beberapa komponen kepesertaan : PBI  (APBN) sebanyak 96,536,203 peserta , PBI (APBD) sebanyak 36,064,703 Peserta, Peserta Penerima Upah (PPU- PN) sebanyak 17,713,290, Peserta Penerima upah (PPU-BU) sebanyak 37,262,327 peserta, Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU Mandiri)  sebanyak 30,311,104 peserta, Bukan Pekerja (BP) sebanyak 5,052,203 peserta.

Dengan mengelola jumlah peserta yang luar biasa besarnya tersebut ternyata membawa implikasi munculnya beberapa masalah yang sering kita dengar,apakah itu masalah deficit yang selalu dialami oleh BPJS, permasalahan pembayaran yang selalu telat kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan Rumah Sakit ,mekanisme penagihan iuran peserta, serta hal lainnya.

Belum lama ini pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 64 tahun 2020 dimana pemerintah memutuskan untuk menaikan iuran peserta BPJS hingga 100%, apakah hal ini bisa menjadi solusi permasalahan BPJS Kesehatan yang selama ini terjadi? Jawabannya tentu TIDAK. 

Menaikan iuran peserta pada dasarnya merupakan solusi jangka pendek namun tidak menyelesaikan masalah, apalagi dalam kondisi masyarakat sekarang ini, menaikan iuran dalam kalkulasi matematis tentu akan mendapatkan fresh money, namun demikian apakah tidak ada permasalahan baru yang muncul? Banyak, diantaranya: 

  • Apakah orang akan berbondong-bondong dari kelas I ke II,II ke III atau I ke III, jika banyak yang turun kelas maka secara otomatis fresh money yang akan di dapat juga lebih kecil, dan jika peserta pada kelas tsb lebih banyak turun ke kelas III maka secara otomatis pula akan membebani pemerintah dalam hal subsidi yang diberikan.
  • Banyak diantara peserta kelas I & II yang juga memiliki private insurance (membeli polis asuransi dari perusahaan asuransi swasta), dengan harapan mampu melakukan coordination of benefit (koordinasi manfaat)  atas biaya yang muncul di Rumah Sakit, namun demikian pada kenyataanya karena prosedur BPJS yang dianggap terlalu berbelit-belit dan pembayaran klaim yang lama mereka lebih banyak mempergunakan private insurance. Dengan kenaikan iuran tadi bisa dipastikan peserta akan banyak yang akan meninggalkan BPJS Kesehatan dan lebih memilih private insurance nya yang lebih terjamin kualitas dan yang lainnya.
  • Kenaikan iuran kepesertaan diharapkan juga beriringan dengan peningkatan kualitas layanan di Rumah Sakit, namun apakah itu bisa kita harapkan saat ini dengan tunggakan pembayaran ke Rumah Sakit sebesar 13 T per November 2019 (data : BPJS Watch), dan itu akan terus bertambah sebesar 2 T setiap bulannya, jumlah diatas belum termasuk 1% dari nilai tagihan klaim yang harus dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada RS mitranya.Dengan keterlambatan ini mengakibatkan cash flow RS terganggu akibatnya ke operasional RS,apakah peningkatan pelayanan di Rumah Sakit untuk peserta BPJS Kesehatan masih bisa dilakukan dengan kondisi ini?    

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) juga sedang mewacanakan dan mengkaji untuk merubah kelas perawatan pada kepesertaan BPJS Kesehatan dimana nantinya tidak dikenal lagi adanya kelas I,II dan III namun semuanya akan dirubah menjadi kelas standard, hal ini mengacu pada UU No.40 Tentang JSN  pasal 23 ayat 4. Walaupun hal ini sudah juga menjadi wacana 2-3 tahun yang lalu namun sepertinya akan mulai dikaji sungguh-sungguh. Apakah hal ini bisa menjadi solusi permasalahan BPJS Kesehatan yang selama ini terjadi? Jawabannya tentu TIDAK

Perubahan kelas kamar ini tentu tidak akan selesai dalam 1-2 tahun lagi, perlu penelitian akademik yang menyeluruh, melakukan set up kriteria kelas standar yang bagaimana , perubahan system pada INACbgs, dll. Perubahan semuanya itu akan menjadi sia-sia tanpa dibarengi banyak hal yang juga diperbaiki dari sisi lain yang menjadi kendala BPJS Kesehatan saat ini.

Kedua initiative diatas tidaklah salah namun demikian itu semua hanyalah opsi jangka pendek yang hanya akan menyelesaikan permasalahan di permukaan saja, opsi yang perlu dipikirkan saat ini harusnya adalah mengurangi beban BPJS kesehatan dimana total kepesertaan saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun