Di akhir November 2022 ini, Senat AS telah melakukan pemungutan suara teramat krusial yang  telah mengesahkan rencana undang-undang (RUU) untuk menghormati perkawinan (Respect for Marriage Act),  yaitu sebuah undang-undang yang dirancang untuk memperkuat perlindungan federal terhadap pernikahan sesama jenis dan antar ras. Â
Sebelumnya, RUU tentang kedua jenis perkawinan tersebut, muncul berkat dukungan bipartisan dari semua anggota kaukus Partai Demokrat dan 12 orang dari Partai Republik dengan suara akhir 61-36. Selanjutnya, RUU tersebut beralih ke DPR, yang membutuhkan persetujuan sebelum dapat ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden Joe Biden. Tapi itu mungkin tidak perlu menunggu lama. Â Diperkirakan DPR akan mengesahkan RUU tersebut pada akhir tahun atau bahkan paling cepat minggu depan.Â
RUU itu tidak dimaksudkan sebagai persyaratan nasional bagi semua negara bagian untuk melegalkan pernikahan sesama jenis. Ini berarti bahwa negara bagian tertentu dapat melarang pernikahan sesama jenis jika Mahkamah Agung membatalkan Obergefell v. Hodges, keputusan tahun 2015 yang mengesahkannya. Namun, undang-undang penghormatan terhadap perkawinan  tersebut, akan mewajibkan setiap negara bagian untuk mengakui pernikahan sesama jenis yang dilegalkan negara bagian lainnya.Â
Langkah tersebut,  merupakan pengakuan sebagian  dari apa yang dapat terjadi jika hak-hak tertentu tidak dikodifikasikan ke dalam undang-undang. Seperti halnya kasus hak aborsi yang menyebabkan jatuhnya Roe v. Wade di awal tahun ini. Jatuhnya Roe membuat Hakim Agung Clarence Thomas memperkuat keinginannya "mempertimbangkan kembali" hak pernikahan sesama jenis dan juga masalah penggunaan alat kontrasepsi .
Mungkin beberapa bulan ke depan, langkah-langkah ini  bisa membuat permanen hak  konstitusional AS untuk  pensahan akses aborsi dan pernikahan sesama jenis. Tinggal selangkah lagi, salah satu poin dari RUU ini akan  mendekati agenda tahap akhir : membersihkan meja presiden.Â
Khususnya tentang penikahan sesama jenis, RUU Armagedon ini, memiliki alasan yang dianggap memiliki alasan ilmiah medis. Para pendukung Bendera Pelangi ini menganggap orientasi seks sesama jenis yang diidapnya sebagai gejala patologis bukan psikologis. Jadi mereka beranggapan  bahwa kaumnya memiliki hak untuk hidup dan berkembang sesuai dengan derajat kelainan. Bagi kaum Anti Luth ini, kelainan yang mereka miliki hanyalah akibat dari adanya suatu penyakit medis tertentu, bukan sebagai penyakit jiwa. Sebuah tantangan perilaku nyeleneh di zaman New Normal?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H