Mohon tunggu...
Dedi  Djanuryadi
Dedi Djanuryadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Man Born is free but everywhere in chains

Penggiat jurnalistik, public relations, fotografi, modelling, serta event organizer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anti Klimaks Gerakan Feminisme di Amerika Serikat: Free Love Berbuah Free Sex

2 September 2020   18:55 Diperbarui: 2 September 2020   20:50 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah Free Love pertama kali digunakan di Amerika Serikat (AS) oleh sastrawan Henry David Thoreau (1842) dalam salah satu bait puisi kebebasan spritualnya. Selanjutnya, istilah ini semakin eksis sebagai pilihan ideal dan nilai-nilai utama imajinasi para filsuf, penyair, pembaharu sosial, serta politikus radikal AS di zaman itu.

Stephen Pearl Andrews dan Josiah Warren, mengadopsi ide tersebut untuk komunitas yang didirikannya di Long Island, New York (1851), yaitu Modern Times. Meskipun ide tersebut sebelumnya sudah digunakan oleh sekte-sekte keagamaan di Eropa, seperti di antaranya Chatars  dan Sain Simoniansn. 

Setelah dipublikasikannya "Love vs Marriage" oleh Marx Edgeworth Lazarus yang mengharapkan ide itu menjadi landasan organisasi yang didirikannya, The Pantarchy. Sebuah kelompok para penggiat eksperimen kebebasan bercinta dan para aktivis sosial yang bertujuan memperbaiki ras manusia lewat "pembiakan berbasis ilmiah." Gerakan tersebut, di awal tahun 1852, telah menjadi gerakan sosial yang merebak di masyarakat AS. 

Beberapa percobaan rekayasa sosial tersebut, diprakarsai Robert Owen dan John Humprey Noyes. Keduanya praktisi rekayasa sosial pengikut Charles Fourier, pendiri kelompok Transcendentalists yang  berlangsung dan sangat berpengaruh hingga tahun 1910. 

Sejak saat itu, terminologi Free Love pun memiliki berbagai penafsiran. Dari kesepakatan monogami (hubungan beda jenis kelamin atau heterosexual) tanpa pernikahan. menjadi proses pernikahan monogami tanpa melibatkan pihak-pihak resmi yang ada di masyarakatnya. Atau hubungan cinta dua manusia berbeda jenis kelamin tanpa ada kontrol dari gereja dan negara.

Free Love dilirik Marxisme, Anarkisme, serta Sosialis Perancis yang memanfaatkan gerakan ini sebagai salah satu alternatif mengatasi kondisi sosial dan ekonomi mereka melalui pembatasan ikatan perkawinan tanpa cinta.

Thomas dan Mary Gove Nichols, dalam "The Anti Marriage Theory" (1850), meyakini bahwa pria dan wanita dalam penyatuannya akan bisa mempertahankan jati dirinya masing-masing, apabila mereka bisa menjaga kerukunan dan merasa saling cocok satu sama lainnya. Namun banyak penganut feminis moralis di AS saat itu menyanggahnya. Mereka mempertanyakan moralitas Free Love dan bagaimana sikap moral semacam ini bisa mengatur anggaran perekonomian suatu hubungan perkawinan tanpa cinta.

Orang-orang terkenal yang menyokong gerakan Free Love, diantaranya Alexandra Kollontai (1873--1952), Margaret Sanger (1879--1966), Victoria Woodhull (1838--1927), serta Emma Goldman (1869--1940). Selain itu, banyak penulis, pemikir, politisi, serta seniman menjadi garda depan berkembangnya gerakan Free Love. Salah satunya, Frances Wright (1795 - 1852). Ia menyebut perkawinan itu sebagai "perbudakan" dan "Cinta Sesaat."

Selanjutnya, oleh pihak-pihak yang merasa tidak nyaman dengan kesantunan Moral Victorian yang selama ini menjadi anutan masyarakat AS, konsep Free Love dipelesetkan jauh dari pengertian yang sebenarnya. Pengertiannya lebih ke seks bebas daripada sebagai upaya kebebasan individu. 

Secara halus, mereka seolah-olah tidak mengajurkan seks bebas. Menurutnya, dalam perkawinan tanpa cinta, para pria tidak melacurkan diri untuk cinta, karena pelacuran itu sendiri bukanlah tindakan memilih belaka. Dalam penguasaan Free Love, pria dan wanita dapat menentukan pasangannya masing-masing tanpa kesan terjadinya pelacuran.

Dua tokoh kontroversial yang membela gerakan Free Love melalui argumen cerdik dan tidak menohok seperti itu ialah Margaret Sanger, penganjur keluarga berencana (KB) di AS dan Victoria Woodhull, wanita AS pertama yang pernah mencalonkan diri sebagai presiden. Keduanya merupakan feminis radikal yang memelencengkan gerakan feminis moralis yang menuntut kebebasan hak-hak individu menjadi kebebasan semua individu untuk melakukan seks diluar nikah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun