Penyelidikan terbaru  pihak berwenang di Siprus menemukan fakta  bahwa ledakan dahsyat di Siprus, Beirut,  berasal dari bahan kimia peninggalan seorang pengusaha Russia yang bangkrut.
Tahun 2014, Igor Grechushkin, pemilik kapal kargo berbendera Russia, Rhosus, membawa  2.700 ton Amonium Nitrat dari Georgia ke Mozambik. Saat berlabuh di Siprus ia menyatakan kehabisan modal operasional. Tanpa dijadwalkan sebelumnya, ia meninggalkan  tumpukan bahan kimia berbahaya sebagai barang sitaan pemerintah Libanon.
Padahal bahan mematikan tersebut sewaktu-waktu bisa meledak yang daya ledaknya setara dengan gempa bumi berkekuatan 3,5 skala richter. Dan kini bencana itu terjadi. Akibatnya, sedikitnya 100 orang tewas, Â 4.000 luka-luka, serta 300.000 lebih penduduk Siprus kehilangan tempat tinggalnya.
Meskipun biasa digunakan sebagai pupuk industri, amonia nitrat juga merupakan komponen bahan peledak pertambangan. Mozambik memiliki industri pertambangan dan mineral yang signifikan.
Menurut salah seorang kru pelabuhan, Grechushkin menyatakan bangkrut dan terpaksa meninggalkan kapal di sana setelah pemerintah Libanon mencegahnya berlayar. Beberapa anak buahnya selama berbulan hidup terlunta-lunta  di negara itu.
"Karena resiko yang terkait dengan penyimpanan amonium nitrat di atas kapal, maka otoritas pelabuhan membuang kargo bahan kima tersebut ke gudang pelabuhan. Kapal dan kargo, sebelum peristiwa itu terjadi, masih berada di pelabuhan menunggu saat tepat pelelangan dan / atau pembuangan dilakukan."," demikian data laporan pengiriman tahun 2015 yang didapat The Telegraph dari otorita pelabuhan setempat.
Petugas bea cukai Lebanon berulang kali meminta masalah itu ditangani tetapi mengatakan mereka tidak menerima jawaban. The Telegraph berusaha menghubungi Grechushkin untuk dimintai komentarnya.
Sehari setelah ledakan terjadi, Manajer Umum Pelabuhan, Hassan Koraytem mengatakan kepada sebuah media televisi  bahwa material tersebut telah disimpan di gudang atas perintah pengadilan. "Mereka tahu material tersebut berbahaya, tetapi "tidak sampai sejauh ini', " ungkap Hassan.
"Ini adalah kelalaian," seorang sumber resmi yang mengetahui temuan penyelidikan awal mengatakan kepada Reuters. Ia menambahkan bahwa masalah penyimpanan barang supaya aman telah diajukan ke hadapan beberapa komite dan hakim. Tapi  "tidak ada yang dilakukan" untuk memerintahkan apakah barang tersebut  harus dikeluarkan atau dibuang.
Profesor Walker mengatakan kepada The Telegraph: "Ada sejumlah keadaan yang seharusnya tidak pernah dibiarkan terjadi. Ada barang berbahaya di suatu tempat yang berpenduduk sangat padat, seharusnya dismpan ditempat tersendiri. Meninggalkannya di sana begitu lama adalah praktik yang buruk. Itu seharusnya dihindari. "