Harapan Dai Nipon mendapatkan dukungan kiyai ternyata tidak terjadi. KH Mustofa malah makin benci kepada Jepang. Kepada pengikutnya kiyai menyampaikan bahwa Jepang lebih berbahaya dari pada Belanda. Perkosaan dan penyiksaan sering terjadi secara terang-terangan.
Yang lebih jahat bagi kiyai adalah perintah melakukan  "siekerel" yaitu gerakan membungkan badan 45 derajat menghadap arah Tokyo. Gerakan itu menandakan hormat kepada kaisar Teno Heika. Tentu saja Kiyai menolak karena itu perbuatan musyrik yang tidak terampuni.
Selanjutnya Kiyai merancang perlawanan. Pertama diminta para santri dan masyarakat pesantren mengumpulkan senjata bambu runcing dan golok, berlatih silat, melakukan toriqat  dengan mengurangi makan tidur dan melakukan wirid.
Kemudian dilakukan sabotase dengan memotong kabel telepon sehingga pemerintah Jepang tidak dapat berkomunikasi.
Jepang mengutus camat bersama 11 orang staf dikawal polisi. Perintahnya menangkap kiyai. Tapi tidak berhasil. Mereka malah ditahan di rumah Kiyai dan senjatanya dilucuti.
Siangnya datang 4 orang opsir Jepang minta kiyai menghadapi.
Namun kiyai menolak. Sorenya pasukan tentara Jepang menyerang pesantren. Perang yang dikenal sebagai peristiwa Singaparna itu berakhir dengan 86 orang santri tewas 700 orang ditangkap.
Kiyai sendiri ditangkap dengan cara dijebak. Ia diundang untuk berunding. Namun ternyata terus ditangkap. Bersama 23 orang santri beliau dibawa ke Jakarta dan dieksekusi mati 25 Oktober 1944.
Keberadaan makam nya baru ditemukan lewat penelusuran mantan santrinya kolonel Syarif Hidayat berada di Ancol Jakarta Utara.
Kemudian kerangka jenazahnya dipindahkan ke TMP Sukamanah tanggal 25 Agustus 1973.
KH Zaenal Mustofa diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden nomor 064/TK/1972 tanggal 6 Nopember 1972.- ***