Mohon tunggu...
dedi s. asikin
dedi s. asikin Mohon Tunggu... Editor - hobi menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Presiden 3 Periode, Ibarat Artis Tak Mau Ganti Sutradara

13 September 2021   12:06 Diperbarui: 13 September 2021   12:09 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wacana Presiden (Jokowi ?) tiga periode masih terus menggelinding.
Ia bagaikan bola liar yang bergerak kian kemari.
Awalnya wacana itu ditanggapi sebagai remeh temeh . Dianggap nyeleneh dan aneh.
Konstitusi kan sudah jelas hanya 2 x 5 tahun.
Tapi ternyata isu itu semakin tumbuh . Ia terus berkembang awet, bagai mayat yang diformalin. Makin seger dan beleger.
Sekarang situasinya menjadi kontroversi. Ada yang setuju ada yang tidak mau. Hal biasa . Itu mah warna dan  dinamika demokrasi.
Barisan yang setuju tentu saja sejumlah relawan dan  pendukung Presiden Jokowi. Mereka langsung mendukung totalitas  dan full gas.
Di luar itu ada seorang pengamat politik cukup manggung yang mengangukan kepala tanda setuju.
Dia adalah  Dr Mohammad Qodhari S.Pi MA.
Direktur Exekutif Indo Barometer itu setuju Jokowi 3 periode.Alasanya ingin menduetkan Joko Widodo dengan
Prabowo Subianto.
Alasan nya lagi mengapa kedua tokoh itu layak disatukan. Tak lain dan tak bukan katanya untuk menghindari polarisasi diantara pengikut kedua tokoh yang sama besar. Qodhar Takut terjadi perpecahan bangsa.Sampai sekarang bang Qodhar masih tetap istiqamah.
Lalu siapa saja yang menentang tiga periode itu.
Cukup banyak. Di partai politik ada PKS, PKB, Demokrat. Bahkan PDIP disuarakan langsung Bu Ketum Megawati Soekarnoputri.Hal senada disampaikan pula wakil ketua MPR dari PDIP Ahmad Basarah.Yang lain seperti PPP Nasdem, minta agar wacana itu dikaji secara cermat.
Begitu juga ketua DPR Fuan Maharani . Cucu presiden pertama itu juga minta wacana itu dikaji lebih dulu.
Di tubuh pimpinan MPR kabarnya suara terpecah. Yang sudah terdengar  menolak diantaranya Wakil Ketua dari PKB Jazuli Fawaid , Hidayat Nurwahid  dari PKS , Syarif Hasan dari Demokrat,Lalu ditambah PDIP.Dengan demikian qua suara pimpinan MPR lebih banyak yang menolak. Bahkan Hidayat Nurwahid meneybut masalah amandemen itu sudah case closed. Sudah tutup layar. Apalagi kalau PDIP tidak mendukung , selesai sudah , kata HNW.
Tapi suara pimpinan MPR bukan prerogratif.Hak itu ada pada seluruh Anggota Majlis.
Kerena masalah ini terus digoreng maka tak mustahil sesuatu akan terjadi.
Dari kalangan mahasiswa mungkin suara BEM UI bisa dianggap representatif. Kordinator pusat BEM UI Novian Fadhil Akbar menyebut keinginan mengamandemen masa jabatan Presiden itu ,  merupakan penghianatan atas reformasi yang telah dilakukan masyarakat dengan berdarah darah.
Sangat mungkin Novian ingin membandingkan qualitas demokrasi  dengan sebelum reformasi.Di masa orde baru tidak ada pembatasan itu.Soeharto bisa terpilih 7 kali.
Bahkan dimasa orde lama bung Karno pernah dinobatkan menjadi Presiden seumur hidup.
PA 212 juga menolak keras. Ketua PA 212 Selamet Maarif menyebut mereka akan melawan. Jika secara konstitusional tidak bisa , mereka akan mengepung Senayan.
Bola panas itu sekarang  berada di MPR. Kebetulan pula MPR punya niat menyelenggarakan sidang pleno.
Dalam sidang tahunan MPR 16 Agustus 2021 laku , ketua MPR Bambang Susatio,  menyampaikan hajat itu. Hal yang sama disampaikanya lagi dalam acara hari konstitusi 18 Agustus.
Bamsoet memang menyebut dalam sidang itu akan dilakukan amandemen cuma  untuk memasukan pasal mengenai Pokok Pokok Haluan Negara  (PPHN) pengganti GBHN yang hilang sejak reformasi.  Bamsoet menyebut itu sebagai amandemen terbatas.
Tapi siapa tahu dalam sidang kekuatan floor menghendaki dilakukan amandemen atas masa jabatan Presiden itu. Politik pan susah ditelisik. Ia bukan matematik, bukan 2 x 2 . Politik itu soal menang atau kalah bukan benar atau salah . Jika terjadi politik transaksional, maka dibungkuslah  itu barang.
Lalu siapa sih sebenarnya yang memulai menebar wacana itu ?
Asrul Sani, wakil ketua MPR dari PPP mengaku mendengar isu itu hampir setahun lalu. Katanya angin itu bertiup dari Senayan.Dari kalangan politisi. Cuma ia mengaku tak tahu persis orang nya.
Tak tahu atau pura pura tidak tahu, mana tahu kita. Lempar batu sembunyi tangan , itu pekerjaan biasa bagi politikus mah. Gak perlu kaget dan termehek mehek.
Belakangan ketua fraksi Nasdem waktu itu Johny G Plate mengaku bahwa angin itu dihembuskan teman teman nya di partai made in Surya Paloh itu.Ada beberapa usul tentang perubahan masa jabatan Presiden itu. Ada yang usul 1 x 8 tahun, 3 x 4 tahun dan 3 x 5 tahun. Itu kan aspirasi yang mesti kami tampung, kata Johny yang sekarang jadi Menteri Kominfo itu.
Mungkin Johny dan teman-temannya di Nasdem tak menyangka isu itu akan berkembang menjadi wacana besar yang sempat menggoyang panggung politik negeri ini.Bukan mustahil
Direktur Exekutif Voxpol Center Research and consulting Pangi Syarwi Chaniago menduga ada sponsor besar dibelakang wacana itu. Siapa mereka ? Kata Pangi mereka itu orang orang  yang sekarang ikut manggung dan berada dalam lingkaran oligarki ( Oligarchy inner sircle). Mereka itu ibarat artis yang takut ganti sutradara. Kalau sutradara berganti mereka merasa akan terusir dari panggung.
Sebenarnya Presiden Joko Widodo sendiri sudah menolak wacana itu. Dia berkali kali menegaskan sikap nya itu. Ia mengaku ingin taat konstitusi   Dua periode saja .
Juru bicara Presiden Fajrul Rachman ,  ikut menegaskan sikap bossnya. Katanya Presiden juga sudah meminta  para relawan pendukung agar menolak wacana 3 periode itu.
Tapi ada beberapa pengamat politik yang tak begitu yaqin pada  ucapan mantan walikota Solo itu.
Kata mereka sudah cukup  banyak kata kata Jokowi yang tak sejalan dengan perbuatannya.
Akankah Jokowi benar benar memenuhi janjinya menolak tambah periode itu.
Pangi punya dalih tentang kemungkinan lain yang terjadi.
Katanya Jokowi itu bagian dari budaya Jawa. Orang Jawa itu kalau ditawari makan misalnya, biasanya tak langsung sergap dan santap. Mereka akan mengatakan "sampun , matur kesuwun".
Apalagi kalau. MPR berhasil mengamandem konstitusi dan merubah masa jabatan Presiden maka dengan dalih taat konstitusi Jokowi pun akhirnya akan manut. Cuma manut atau memang mau siapa tahu.
Jadi sekarang bola benar benar ada di kaki Bamsoet dkk.
Sebenarnya ada pendapat Refli Harun. Pakar hukum tata negara itu berpendapat PPHN itu tak harus diurus MPR. Itu mah masalah teknis dan praktek pemerintahan. Cukup dengan UU yang dibuat DPR dan pemerintah.
Jika ide Refli ini bersambut , maka MPR cukup duduk manis saja. Gak usah cari kerjaan dan hamburkan uang.
Adapun mereka yang ingin amandemen , itu mah nasibnya ibarat rombongan yang masuk jalan buntu. No way.
Apapun yang terjadi nanti ,  rakyat  mah sudah biasa dibikin "hokcay", melohok bari  ngacay".*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun