Mohon tunggu...
dedi s. asikin
dedi s. asikin Mohon Tunggu... Editor - hobi menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Santri Nasional, "Santri Sehat, Indonesia Kuat"

20 Oktober 2020   23:39 Diperbarui: 21 Oktober 2020   13:09 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika saja pandemi covid19 tidak sedang menyerang kita, rasanya Hari Santri Nasional akan tetap menjadi hari yang semarak. Gegap gempita dengan antusiasme para santri, kiyai serta komunitas pondok pesantri lainnya.

Sejak ditetapkan dengan Surat Keputusan Presiden tahun 2015, maka tanggal 22 Oktober resmi sebagai Hari Santri Nasional. Hari itu kemeriahan luar biasa selalu terjadi di mana-mana, di seluruh penjuru negeri. 

Tahun lalu tanggal 22 Oktober saya berada di kota Tasikmalaya. Alhamdulillah sempat berpanas-panas terjebak macet. Antrian pawai keliling para santri menyesaki hampir sepenuh kota itu. Maklum kota dan Kabupaten Tasikmalaya secara tidak resmi dijuluki sebagai kota dan Kabupaten santri.

Presiden Joko Widodo memenuhi janji politiknya pada kampanye Pilpres 2014 dengan mendekritkan HSN, setahun setelah kemenangannya dan memimpin negeri ini.

Kata beliau, negara dan masyarakat ingin mengapresiasi dan meneladani peran para santri, kiyai dan komunitas ponpes lainnya kepada perjuangan mencapai, menegakan dan memelihara kemerdekaan republik ini.

Dalam lubuk hati, saya merasa tanpa peran mereka sangat mungkin proklamasi kemerdekaan kita belum terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Entah kapan itu baru terjadi. Tentu saja ini tidak berarti mengesampingkan peran elemen dan komponen perjuangan yang lain.

Marilah kita coba menyimak peran dan keterlibatan para kiyai dan santri.

Mereka selalu terlibat dalam berbagai peperangan melawan tentara penjajah. Dalam perang Padri di Sumatera Barat, perang Aceh di tanah rencong. Yang paling fenomenal adalah perang Diponegoro di tanah Jawa. Karena itu perang Diponegoro juga disebut perang Jawa.

Perang ini merupakan perang terbesar yang pernah terjadi. Kepala raja Willem III pusing tujuh puluh keliling dibuatnya. Perang itu telah menguras pundi-pundi mereka. Konon anggaran perang itu mencapai lebih dari 2 ribu trilyun rupiah. 8000 tentara mereka mati.

Memang tentara kita yang syahid lebih banyak jumlahnya. Itu terjadi tentu karena ketidak seimbangan. Wong ibaratnya "katepel" melawan meriam, wajar kalau korban kita lebih banyak.

Dari laporan intel, raja Willem III yaqin pasti bahwa hebatnya perlawanan anak jajahan itu dipicu oleh keterlibatan kiyai dan santri. Karena itu dia dengan menggandeng rektor universitas Leiden mengirim seorang dosen dan akhli ilmu Islam ke Hindia Belanda ini. Namanya Dr. Christian Snouck Hogrounje.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun