Mohon tunggu...
Ranting pinus
Ranting pinus Mohon Tunggu... Lainnya - Bandung - Bogor - Jogja

Menulis untuk mencurahkan apapun yang terpendam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpiku Sudah Mati di 2019

23 Maret 2021   13:21 Diperbarui: 23 Maret 2021   13:33 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hallo perkenalkan, saya seorang remaja *mungkin masih bisa dibilang remaja hehe* yang sedang menempuh semester akhir disebuah universitas negeri di kota Bandung. 

Mari kita awali cerita kali ini dengan membahas keluarga saya. Saya berasal dari keluarga berlatar pendidikan, Ayah saya seorang Kepala Sekolah dan Ibu saya seorang guru. Saya merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara yang mana merupakan laki-laki semua. Hidup menjadi seorang bungsu tidaklah se "manja" yang digambarkan banyak orang, bagiku menjadi bungsu berarti hidup dibawah bayang-bayang kakak, terlebih karena usia yang terpaut cukup jauh kini mereka telah mencapai suksesnya masing-masing, sedangkan saya? Masing luntang-lantung sibuk dengan tugas kuliah dan rebahan.

Saya adalah seorang yang memiliki banyak khayalan terlebih tentang masa depan, bahkan berani menjuluki diri saya sebagai seorang "Profesional Dreamer" hahaha, saya sudah berkeinginan ketika kelak tua saya akan tinggal dimana dan bagaimana caranya. Agak gila memang, tapi selama ini hal-hal seperti itulah yang membuat saya terus bersemangat menjalani hidup walaupun ada saja rintangan yang datang silih ganti menghadang.

Namun, hobi saya bermimpi akhirnya harus kandas pada tahun 2019. Tepatnya bulan Desember. Saya ingat betul, malam itu saya baru saja menyelesaikan kegiatan di kampus, dengan sisa tenaga yang ada dan sedikit kantuk yang sudah mulai menerpa saya memutuskan untuk pergi dahulu mencari makan sebelum pulang ke kosan. 

Saya berniat mencari makan, sebuah nasi goreng pasti nikmat dimakan malam itu ditambah Bandung sedang dingin malam itu. Namun sekenario tuhan berkata lain. Bukannya sampai di warung makan, saya malah tergeletak dijalan dengan tangan berimbah darah. Entah apa yang terjadi namun ada satu hal yang saya tahu "Saya kecelakaan". Dari situ para warga yang telah berkerumun membawaku ke rumah sakit, "Ah paling lecet saja" pikir saya. Namun lebih dari itu tangan saya ternyata mengalami luka sobek yang cukup parah dengan panjang 32 CM yang memanjang dari bagian sikut sampai dengan pundak, selang 6 jam saya dilarikan keruang operasi, dokter melakukan tindakan "cangkok kulit" dimana kulit sikut yang hilang digantikan dengan kulit paha kanan saya. Dikarenakan sikut saya tidak bisa dijahit akibat sobek yang terlalu lebar.

Singkat cerita semua telah berlalu, mulai dari penyembuhan hingga rehabilitasi agar fungsi persendian tangan saya kembali seperti semula. Semua akan baik-baik saja sepertinya, namun satu hal yang saya tau bahwa bekas luka ditangan ini akan menjadi keloid yang memanjang. Yang cukup menjijikan jika dilihat orang, ibu berusaha menenangkan saya dengan kata andalannya "Nanti juga hilang dan kembali lagi jadi seperti biasa". Namun, perkataan ibu salah, setelah satu tahun berlalu keloid ini masih muncul. Makin parah bahkan. Keloid ini mengharuskan saya untuk terbiasa menggunakan baju lengan panjang agar tidak malu, bahkan untuk bertemu kakak pun saya malu dan harus terus menggunakan baju lengan panjang. 

Dari situlah semua khayalan tentang masa depan dan mimpi harus berhenti, saya harus menerima kenyataan bahwa saya kini memiliki kecacatan yang akan dibawa sampai mati. Mimpi untuk menikah, atau menjadi pegawai negeri terpaksa saya lupakan mengingat kondisi yang seperti ini. Saya selalu bersyukur atas apa yang telah terjadi bahkan saya bersyukur karena dahulu pernah menjadi seorang pemimpi kelas kakap, namun kini saya menerima bahwa dengan kondisi seperti ini, masa depan tidak akan lagi seindah yang pernah saya bayangkan, dan kondisi ini semua mimpi yang telah saya rangkai kemungkinan besar tidak akan tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun