Mohon tunggu...
Dede Taufik
Dede Taufik Mohon Tunggu... Guru SD

Praktisi Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ijazah Bukan Pembatas Rizki

12 Maret 2014   00:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:03 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

IJAZAH bukan pembatas RIZKI

Ijazah adalah Surat Tanda Tamat Belajar, yang diberikan oleh suatu instansi kepada seseorang sebagai tanda bukti bahwa sesorang itu telah menyelesaikan program secara akademik. Kebanyakan orang dengan memiliki Ijazah yang tinggi, berfikir akan mempermudah mendapatkan pekerjaan. Apalagi lulusan dari sebuah Perguruan Tinggi terkenal dan Favorit. Namun, kenyataannya tidak sedikit orang yang berijazah tinggi, katakanlah seorang sarjana, yang menjadi pengangguran karena belum mendapatkan pekerjaan. Sebagai salah satu contoh diri saya pribadi, saya lulusan SI dari sebuah Perguruan Tinggi dengan nilai IPK yang sangat memuaskan dan lulus kuliah tahun 2010. Sebagai seseorang lulusan Perguruan Tinggi jurusan PGSD Universitas Pendidikan Indonesia, harapan besarnya pastilah ingin diangkat menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil). Tapi, sampai sekarang harapan itu belum juga terealisasikan.

Saya asli dari kampung tepatnya di Kp. Petakan Desa Sarimukti Kec. Karanghunggal. Disana masih sedikit anak yang melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Pola pikir mereka sederhana, daripada melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi lebih baik bekerja. Tak sedikit mereka yang hanya sekolah sampai jenjang SD, apalagi untuk wanita. Orang tua lebih memilih untuk menikahkan anaknya, karena dengan begitu kemungkinan besar bisa lepas tanggung jawab dan tanggungjawabnya beralih pada suami anaknya. Ngeri sih, tapi itulah kenyataannya waktu saya dulu masih hidup di kampung halaman.

Karena keterdesakan saya sebagai lelaki normal yang sudah kebelet pengen nikah, saya memberanikan diri untuk mencari pekerjaan. Yah,,, karena seorang pengangguran dan rutinitas sebagai guru Sukwan dengan honor 100 – 150 ribu perbulan. Ingat ketika ibu saya bilang “Mau ngasih makan anak istri dengan apa? Kerjaan belum punya. Apa gak kasian nanti ke anak istrinya?” jawaban saya cukup singkat : ‘”Selama kepala ini masih menempel, dan kepala ini masih bisa berfikir maka pasti saya bisa menafkahi anak istri”.

Selama beberapa bulan mondar mandir kesana kemari, lamar sini lamar situ, kaya lagunya Iwan Fals yang Sarjana Muda itu kena banget hehehe… akhirnya bisa juga mendapat pekerjaan sebagai salah satu Akademik di Bimbingan Belajar yang terpopuler saat ini.

Melihat, memperhatikan, dan menganalisis penghasilan saya, kemudian membandingkan dengan seorang pedagang yang cuma berijazahkan SD ternyata sangat timpang sekali, bahkan dia termasuk kategori orang terkaya di kota tersebut. Subhanalloh,,, saya tercengang dan bangga akan keberhasilannya, sehingga saya menyimpulkan bahwa Ijazah itu bukan pembatas rizki. Ijazah itu gada harganya kan? Lebih berharga surat tanah dibandingkan ijazah kita. Coba kita jual ijazah sendiri adakah yang mau membelinya? Tapi jika surat tanah atau surat bangunan yang dijual pasti banyak orang yang berminat.

Harusnya, kita yang berijazah lebih tinggi harus berpenghasilan tinggi pula. Namun, tidaklah demikian, rizki itu sudah ada yang mengatur. Besar kecil rizki yang kita dapatkan syukurilah. Dengan bersyukur, berapapun penghasilan yang kita dapatkan akan menjadi berkah. Tanamkan D3 (Dijalani, Disyukuri, dan Dinikmati) sebagai prinsip dalam bekerja. Dimanapun kita bekerja, berikanlah yang terbaik sesuai dengan kemampuan kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun