Mohon tunggu...
Dede Suhada
Dede Suhada Mohon Tunggu... Konsultan - Pelajar

12 MIPA 1 SMAN 1 PADALARANG

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kami Melihat Dunia yang Sama

25 Januari 2020   22:44 Diperbarui: 25 Januari 2020   22:44 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak sendirian di sini banyak orang yang sepertiku  mengandalakaan tempat ini sebagai pelindung dari teriknya sinar matahari dan derasnya hujan. Mungkin tempat ini tak seindah apartemen-apartemen yang sering kulihat di kejauhan atau hotel-hotel berbintang yang hanya mampu kulihat luarnya saja. Tetapi aku merasa tenang tinggal di sini.

Berbaring di beton yang dilapisi kardus lumayan nyaman, sambil memikirkan Bapak yang tadi lama -- lama mata ini semakin berat

Tiba-tiba ku terbangun tidak tahu sudah berapa  lama aku terlelap tapi diluar sana sangat berisik terdengar  suara orang berteriak , orang menangis ,dan marah firasatku mengatakan sesuatu yng buruk terjadi. Saat ku keluar istanaku benar saja  di sana sudah ada barisan orang memakai baju berwarna abu kehijau-hijauan dan memakai baret  dan didampingi  alat besar berwarna kuning.

" Jangan pak... jangan kasihan Pak anak saya nanti tinggal di mana" teriak seorang ibu sambil menggendong anaknya .

" Woy maksudnya apa-apaan ini  !" teriak seorang laki-laki parubaya.

" mau kalian rebut apa lagi dari kami, kami gak punya apa-apa lagi terkutuklah kalian para manusia serakah" teriak seorang kakek.

Semakin lama suara penolakan semakin riuh, suasana mulai panas para pemulung , pengamen, serta anak jalanan semuanya merapatkan barisan untuk menghalau petugas Satpol  PP. Kulihat mereka tak gentar walaupun badan mereka kalah  jauh dibanding tegaknya badan para petugas Satpol PP selain itu jumlah kami hanya setengahnya dari petugas .

Aku ikut berdiri paling depan bersama teman - temanku seolah para pemberontak yang melawan tirani kami tak gentar  melawan Satpol PP. Walaupun kami hanya beberapa tahun tinggal di sini dan bukan tempat lahir kami tetapi tempat ini kami bangun dari nol dengan keringat  tidak seperti rumah mewah para pejabat korup yang busuk.

Tiba-tiba terdengar suara yang cukup keras dari toa .

" Kepada para  pemukim kami himbau jangan melawan kami hanya melaksanakan tugas , sesuai perintah gubernur yang telah menyatakan bahwa area di  bawah jembatan harus kosong oleh karena itu saya menghimbau Bapak/Ibu segera  meninggalkan tempat ini "ucap seorang yang mungin pemimpinnya.

Seketika  suara-suara kekecewaan terdengar

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun