Apa yang akan kau kata saat jenari tak lagi mampu? menuliskan kalimat cinta selayaknya saat bara itu masih nyali. Mungkin saat itu kau masih bisa tersenyum dan mengucap "Selamat tinggal sayang..." membawa pergi ego di dadamu. Meninggalkan jejak-jejak yang kelak bisa menuntunmu, melihat kembali kenangan untuk sekedar memastikan aku baik-baik saja. Mestinya aku akan baik-baik saja saat itu.
"Re, cinta tak memilih kita" dalihmu. Cinta memang tak perlu memilih kita. Sebab kisah akan usai ketika itu. Dan hidup bukanlah cerita pendek yang terpenggal-penggal semaumu. Bukankah kau telah sepakat menerima hidup yang rumit saat kau putuskan keluar dari rahim ibumu?
"Re, mungkin akan ada persimpangan yang mempertemukan kita kelak" kau beberkan harapanmu semudah kau menulisi buku catatanmu. Dan aku, dengan harapan yang jauh lebih besar semoga persimpangan itu tak pernah ada. Bukankah di dunia ini ada banyak pelakon? Lantas mengapa hanya kau yang akan aku temui di setiap persimpangan? Kisahku bukanlah sesuatu yang bisa kau atur sedemikian rupa sesuai kehendakmu.
"Re, atau akan kutemui jalan pulang padamu setelah ini" Kau terus saja coba menghibur dengan kalimat yang justru menyakitkan. Kau tak perlu pulang. Jejak kepergianmu akan terhapus masa. Dan aku bukanlah gubuk yang akan selalu setia di tempatnya. Aku punya kaki-kaki yang akan terus bergerak, karena aku adalah bagian dari semesta yang tidak pernah mati. Kelak ketika kau memilih pulang, hanya ada kosong dan sepi yang kau temui di sini. Tak ada aku, juga sisa-sisa kemarahanku.
"Re..."
Kau kehabisan kata? Pergilah selagi kau masih punya daya dan waktu. Sebab aku tak sama lagi dengan yang pernah kau tahu.
*Buale... 04.05.13
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H