"Aku benci hujan! Selalu saja datang ketika aku membutuhkan hangat matahari, juga memaksaku mengenang lelaki hujan dari dusun rintik."
Pagi; sekumpulan bening itu beramai-ramai jatuh dan melepaskan diri dari langit kelabu. Bernyanyi lagu sendu mengurung hati pada sebuah ingat yang selalu saja datang menggangu. Secangkir kopi hampir habis, menyisa garis bibir di tepinya, tak ada senyum di sana.
Hati; menopang dagu sembari menghitung detak tersisa, meraba jejak yang hilang satu-satu bersama alphabet yang akhirnya kini tak utuh. Puisi kini hanya tinggal larik. Tanpa rima, tanpa rasa.
Rindu; dalam tidur yang tak tidur, bermalam-malam menghujat puncak malam. Merapal kata menghembuskan ke langit, apa? siapa? mengapa? juga kebisuan yang riuh menghentak bernama sepi.
Maaf; kepada sajak sajak yang tak lagi puitis.
Makassar, 03.05.2012.
my blog; www.catatankunangkunang.bahterasyafana.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI