Hingga hari ini, sebagian besar wilayah di Nusantara belum menikmati tetesan hujan. Musim kemarau masih saja menyelimuti Negeri ini. Kekeringan melanda di mana-mana. Dan yang paling terpukul dari kondisi cuaca panas ini adalah para petani yang tanamannya memerlukan kuantitas air yang banyak, seperti padi. Juga bagi petani ikan air tawar yang kolam-kolamnya mengalamai kekurangan air. Namun tak selamanya musim panas dan kemarau ini menjadi sebuah bencana. Minimal itu dirasakan oleh tukang ac yang biasa memelihara per-AC-an di kantor kami.Â
Dengan cuaca yang begini panasnya, keluhan karyawan terhadap AC yang tidak sempurna dinginnya menjadi berkah tersendiri bagi Pak Giyo, tukang AC langganan kami. Selama tiga bulan terakhir ini sudah lebih dari tiga kali Pak Giyo datang memeriksa 2 unit AC diruangan kami.Â
Meski ruangan kami tak terlalu luas, namun dengan adanya 8 unit komputer yang menyala dari pagi hingga sore plus 8 kepala pemiliknya membuat suhu diruangan kami bertambah panas. Jika biasanya angka temperatur di kedua AC tersebut di setel di angka 22 C, maka kahir-akhir ini kedua AC tersebut di setting diangka 18 C.
Pak Giyo dan mungkin teman-teman seprofesinya bersyukur dengan cuaca panas ini. Bukan mengeluh.
Pada sisi lainnya, tukang service dan sekaligus pedagang payung keliling, Pak Yanto, kurang happy dengan cuaca panas semacam ini. Namun dia masih bersabar menunggu datangnya hujan. Pak Yanto ini sudah lebih dari 5 tahun menggeluti profesi jasa service payung keliling. Dan kemarin hari Ahad sore mampir kerumah saya untuk membetulkan payung "jimat" sebagai hadiah hiburan Lomba Agustusan 5 tahun lalu.Â
Payung biru bertulisakan salah satu sponsor kegiatan tersebut yang notabene adalah Caleg yang sayangnya tidak terpilih. Hingga hari ini si caleg tersebut kembali ke profesi awalnya sebagai sopir expedisi sembako dari salahsatu perusahaan ekpedisi nasional. Dan saya kenal beliau. Dan pada pileg 2019 kemarin, beliau tidak ikut mencalonkan lagi dengan alasan modalnya belum ada. Lalu saya sarankan supaya dia beternak lele saja karena konon kata teman-teman saya untungnya besar dengan modal yang kecil. Menggiurkan.Â
Sambil menunggu pak Yanto memperbaiki payung tersebut, saya ajak ngobrol sambil saya minta istri saya untuk membuatkan secangkir kopi Gayo kiriman sahabat saya yang baru pulang dari Aceh dalam rangka melakukan penelitian.Â
Pak Yanto mengeluh dengan cuaca panas ini karena sedikit sekali orang yang membutuhkan jasanya. Dia hidup di Bali dengan kos di sebuah rumah semi permanen bersama dengan beberapa teman yang beda profesi. Dia berharap, musim hujan segera hadir dengan harapan bahwa akan ada banyak orang membutuhkan jasanya.Â
Moto dia musim kemarau ini adalah "sedia payung sebelum hujan". Saya setuju, apalagi dia menjanjikan bahwa service payungnya yang baru saja selesai dia kasih garansi sampai musim hujan tiba. Hahaha..... dalam hati, ini Pak Yanto cerdik dalam teknik pemasarannya. Garansi service payungnya hanya berlaku di musim kemarau seperti sekarang ini. Karena dia tahu saya tidak menggunakan payung di musim kemarau seperti ini.Â
Bagaimana dengan Penyambutan Hujan?
Pada tataran yang lebih luas, kemarau ini harus dijadikan sebagai momentum dalam membangun infrastruktur penahan bencana banjir. Juga menyiapkan solusi atas dampak ikutannya yang biasa muncul seperti tenda, penyediaan selimut dan tempat pengungsian yang layak. Bahkan obat-obatan dan makanan pun harus disiapkan.Â