Habis Pajak Hiburan Terbitlah Pajak Kendaraan
Pemerintah sedang mempertimbangkan rencana untuk menaikkan pajak kendaraan bermotor, terutama sepeda motor yang masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM) atau non-listrik.
Hal ini diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, dalam acara peluncuran mobil listrik Build Your Dream (BYD) di Jakarta, pada tanggal 18 Januari 2024.
Menurut Luhut, tujuan kebijakan ini adalah untuk mengurangi polusi udara, mengalihkan subsidi BBM ke transportasi publik, dan mendorong masyarakat untuk menggunakan kendaraan ramah lingkungan.
Luhut mengatakan bahwa pihaknya akan mengajukan usulan ini kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi pekan depan, setelah mendengarkan laporan dari rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga.
Rencana kenaikan pajak kendaraan bermotor ini telah memunculkan beragam tanggapan dari masyarakat. Beberapa mendukung, beberapa menolak, dan beberapa meragukan efektivitasnya. Berikut ini adalah beberapa pendapat yang mewakili masing-masing kelompok tersebut:
Mendukung: Kebijakan kenaikan pajak kendaraan bermotor dapat memberikan insentif kepada masyarakat untuk menggunakan transportasi publik yang lebih efisien dan hemat energi.Â
Selain itu, pajak yang terkumpul dapat digunakan untuk memperbaiki infrastruktur dan fasilitas transportasi publik, seperti LRT atau kereta cepat. Dengan demikian, kualitas udara dapat meningkat dan emisi gas rumah kaca dapat berkurang.
Menolak: Kenaikan pajak kendaraan bermotor akan menjadi beban tambahan bagi masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada sepeda motor sebagai alat transportasi utama.Â
Selain itu, transportasi publik belum tersedia secara memadai dan terjangkau di banyak daerah, sehingga masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain menggunakan kendaraan pribadi.
Meragukan: Kenaikan pajak kendaraan bermotor tidak akan efektif jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas dan jumlah transportasi publik.Â
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa pajak yang terkumpul benar-benar digunakan untuk tujuan yang sesuai, yaitu subsidi transportasi publik dan perbaikan kualitas udara. Jika tidak, kebijakan ini hanya akan menjadi sumber korupsi dan pemborosan anggaran.
Kebijakan kenaikan pajak kendaraan bermotor ini juga menimbulkan pertanyaan tentang nasib pajak hiburan yang sebelumnya menjadi sumber polemik.
Pada tahun 2023, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2023 tentang Pajak Hiburan, yang menetapkan tarif pajak hiburan antara 40-75 persen, tergantung pada jenis dan lokasi hiburannya. Kebijakan ini menuai protes dari pelaku usaha hiburan, yang menganggapnya terlalu tinggi dan memberatkan.
Namun, pemerintah berpendapat bahwa kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, mengatur industri hiburan, dan melindungi moral masyarakat. Pemerintah juga menyatakan bahwa kebijakan ini tidak berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat, karena hiburan bukan merupakan kebutuhan pokok.
Bagaimana hubungan antara pajak hiburan dan pajak kendaraan bermotor? Apakah kenaikan pajak kendaraan bermotor merupakan kompensasi atas rendahnya penerimaan dari pajak hiburan? Atau apakah kedua kebijakan ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mencari sumber pendapatan baru di tengah proyek-proyek ambisius di akhir masa pemerintahan?
Pertanyaan-pertanyaan ini memerlukan jawaban jelas dan transparan dari pemerintah. Kebijakan pajak tidak hanya berhubungan dengan aspek fiskal, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Oleh karena itu, pemerintah harus mempertimbangkan dampak dan manfaat dari kebijakan pajak secara komprehensif dan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, pelaku usaha, akademisi, dan aktivis.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H