E-Meterai dan Kegagapan Digitalisasi Indonesia
E-meterai adalah salah satu bentuk inovasi dalam dokumentasi yang diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2020. E-meterai merupakan meterai elektronik yang dapat digunakan sebagai pengganti meterai fisik dalam transaksi hukum tertentu, seperti pembuatan akta notaris, kontrak-kontrak, surat-surat saham, dan dokumen-dokumen lainnya. E-meterai memiliki beberapa keunggulan dibandingkan meterai fisik, antara lain:
(1) Lebih mudah diperoleh melalui layanan online resmi yang disediakan oleh pemerintah maupun lembaga terkait. (2) Lebih praktis karena tidak memerlukan lembaran fisik untuk dicap pada dokumen. (3) Lebih aman karena memiliki kode unik yang dapat dilacak keasliannya. Hal ini memberikan kepastian hukum yang lebih kuat bagi dokumen-dokumen yang menggunakan e-meterai.
Dengan adanya e-meterai, pemerintah Indonesia berharap dapat meningkatkan kemudahan bisnis dan mengurangi beban birokrasi yang seringkali memakan waktu dan tenaga. Selain itu, e-meterai juga diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara. Bayangkan, dalam kajian yang dilakukan oleh Ditjen Pajak, jumlah pembuatan dokumen (termasuk dokumen elektronik) di Indonesia diperkirakan mencapai 9,65 miliar dokumen per tahun.
Meskipun e-meterai sudah diperkenalkan sejak tahun 2020 dan mulai berlaku sejak tahun 2021, ternyata masih banyak orang yang skeptis dengan adanya pembaruan ini. Banyak masyarakat yang masih ragu atau bahkan menolak untuk menggunakan e-meterai dalam transaksi mereka. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah tentang keberadaan, keuntungan, dan cara penggunaan e-meterai. Banyak masyarakat yang masih belum mengetahui atau memahami apa itu e-meterai, bagaimana cara mendapatkan dan memakainya.
2. Belum adanya upaya serius dari pemerintah untuk membiasakan masyarakat menggunakan e-meterai. Karena tanpa ada pengondisian yang sistemik, masyarakat pun cenderung akan memilih cara lama yaitu menggunakan meterai fisik yang sudah mereka kenal.
3. Sering adanya masalah teknis dan sistem yang mengganggu layanan e-meterai. Pada awal peluncurannya saja e-meterai sempat mengalami gangguan sistem yang menyebabkan kesulitan dalam pembelian, pembubuhan, dan verifikasi. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap layanan e-materai.
Apa yang terjadi akhirnya? Masyarakat makin yakin bahwa menggunakan e-meterai ujung-ujungnya hanya akan menimbulkan masalah dan keribetan-keribetan lainnya. Mereka merasa lebih aman dan nyaman dengan menggunakan meterai fisik yang sudah terbukti legal dan sah.
Orang-orang pun kembali setia pada cara lama. Mereka tidak mau berubah dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Mereka tidak mau mencoba hal baru yang sebenarnya bisa memberikan manfaat lebih bagi mereka.
Saya sendiri pernah mengalami cerita lucu yang berkaitan dengan e-meterai. Saya beberapa kali melakukan pemberkasan di lingkungan pemerintahan. Menurut pemerintah pusat, menggunakan e-meterai sangat diperbolehkan. Saya pun ikut kata pusat. Saya beli e-meterai beberapa jumlah untuk keperluan pemberkasan.
Tiba-tiba, pemerintah daerah, sebagai pihak yang akan menerima berkas itu menganjurkan saya untuk menggunakan meterai fisik. Dijelaskanlah alasannya, begini dan begitu. Saya pun ikut menjelaskan, bahwa pemerintah pusat sudah memperbolehkannya. Tapi pemerintah daerah keukeuh bahwa e-meterai masih tahap perkembangan dan bisa bermasalah suatu saat nanti. Singkat kata, pemerintah daerah tidak ingin mengambil risiko.
Masih sama-sama di lingkungan pemerintahan, tapi sudah beda persepsi. Saya pun akhirnya membeli meterai lagi, meterai fisik sesuai dengan anjuran pemerintah daerah. Buang uang, buang waktu. Hufff.