Bagian 3: Batu Besar dan Beringin Sanjaya
Di saat seperti itulah ayah Dahayu mendekati Batara. Batara terkejut. Mungkinkah Batara sudah menyalahi aturan upacara karena berbicara kepada Dahayu? Mungkinkah sang ayah sudah tahu apa yang Batara ucapkan kepada Dahayu dan ia tidak merestuinya? Mungkinkah ada laki-laki lain yang sudah mendahului Batara? Berbagai pertanyaan seketika muncul di benak Batara.
Ayah Dahayu lalu tersenyum, kemudian berbisik.
"Tenang nak. Jika ingin bertemu Dahayu ia sedang sembahyang di batu besar," Batara seketika merasa bahwa ayah Dahayu telah membaca gejolak di dalam hatinya.
Pendeta Hindu yang dikenal bijak itu memberi tahu bahwa sosok yang dicari Batara sedang di batu besar. Salah satu petilasan kuno yang dulu konon jadi tempat peristirahatan Raja Galuh ke-3, Prabu Sena dan keluarga ketika diusir oleh Prabu Purbasora, sepupunya dari Gunung Galunggung.
"Temuilah nak. Sepertinya Dahayu juga sedang menunggumu." Karena acara sudah hampir selesai Batara pun seketika langsung undur diri kepada para gegedeng di sana dan segera menuju ke batu besar.
Di tempat tersebut Dahayu tampak sudah menyelesaikan proses sembahyang. Ia berdiri sambil menyedekapkan tangan ke pohon beringin yang beberapa akarnya memeluk batu yang ukurannya cukup besar. Konon beringin itu ditanam oleh Sanjaya, putra Prabu Sena sebagai simbol harapan bahwa dirinya akan kembali lagi ke tanah parahiyangan. Dahayu kemudian menyadari kedatangan Batara.
"Dik," ujar Batara. "Apakah ada yang salah dengan ucapanku tadi?"
Dahayu diam sejenak, pandangannya masih ke arah batu besar dan beringin Sanjaya itu. "Tidak ada yang salah kang." Dahayu masih menatap petilasan batu besar dan beringin Sanjaya.
Belum puas dengan jawabannya, Batara yang masih berdiri di belakang Dahayu itu kemudian bertanya kembali. "Apakah sudah ada laki-laki lain yang menyatakan cinta kepadamu, dik?"