Untuk Kamu, Titik Embun di Ujung Daun
Memandangmu adalah kesejukan. Bagai malam musim semi berterangkan rembulan. Dan jingganya senja, penuhi mataku, saat ini.
Tak secuil pun kecelaan. Kau hidup pun, tidak dalam kuil pemujaan. Namun cantiknya dirimu, meratu di tiap-tiap jiwa manusia. Dan pelukanmu, jadi rumah bagi tuan-tuan yang terluka.
Kau umpama riak sejuk di telaga surga itu. Perlahan lembut tembus betisku. Barakan hati, bangkitkan sanubari. Kau tercipta dari cinta. Jiwa ragamu adalah kasih dan sayang.
Kau adalah tempat manusia berpulang. Sedang dunia hanya medan laga dalam perang. Menangis dan bermanjalah dalam larik peluk-senyumnya. Niscaya hilanglah nista karenanya.
Namun sayang, kau laksana titik embun di ujung daun. Sungguh indah namun gawat dan rentan jatuh. Kau mirip mawar merah si Pangeran Cilik itu. Jelita, manja, namun rentan terpetik.
Ketika kulihat kau bersuka, semilir udara langit kurasa lembut membelai jiwa. Ketika kulihat kau terluka, kurasa amuk cambuk Malik kerdilkan jiwa.
Aku tak bisa berkata apapun tentangmu. Aku tak tahu apapun tentang dirimu. Yang kutahu, jiwa ragamu adalah kasih dan sayang, sayang.*** Kuningan, 14 April 2017
Penulis: Dede Rudiansah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H