Mohon tunggu...
Dede Rahmah
Dede Rahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - dede rahmah

sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (q.s.al-insyirah:6)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ulasan Mahabharata Wiswamitra yang Tidak Pandai Bersyukur

20 Desember 2022   11:31 Diperbarui: 20 Desember 2022   23:49 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada saat ini saya sering menyaksikan fenomena manusia yang berkeluh kesah atas apa yang kurang dalam diri ataupun sesuatu yang mereka hasilkan, ternyata sejak dahulu kala fenomena seperti ini juga pernah dialami pada kisah Mahabharata. Mungkin kisah ini sudah sangat familier di Indonesia, mengapa begitu? karena memang sempat di jadikan serial dalam sebuah stasiun TV yang pada masanya sempat tenar. Nah pada bab satu dikisahkan bahwa "seorang pria sakti bernama Wiswamitra yang tidak puas akan kesaktiannya. Untuk membuat dirinya makin sakti, dia selalu bertapa dengan khusyuk. Begitu kuat tapanya, hingga Batara Indera ketakutan."

 Pada kutipan di atas menunjukkan bahwa ketika seseorang tidak puas akan apa yang dimilikinya, maka mereka akan terus berusaha keras untuk membuat ketidak sempurnaan itu menjadi sempurna. Pada saat ini hal-hal serupa sangat banyak dijumpai di kalangan nyata, jika pada zaman dahulu adalah seorang pria yang tidak bersyukur atas apa yang dimilikinya, lain halnya pada saat ini ternyata berbalik, menjadi kalangan perempuan yang banyak mengeluh atas dirinya sendiri. Contohnya seperti apa sih?, mari kira ulik sedikit. Standar kecantikan di Indonesia menurut Muzayin Nazarudin, cantik menurut media adalah kurus, putih, berambut hitam panjang, modis. Nah yang membuat banyak perempuan tidak mensyukuri apa yang Tuhan kasih adalah ketika mereka tidak memiliki hal-hal yang menjadi standar kecantikan ini. Banyak saya temukan seseorang yang menjelekan dirinya di media sosial dengan kata-kata yang sangat disayangkan sekali, misalnya "Aku mah apa atauh, udah jelek item. Gak kaya mbaknya putih cantik.

Pada kutipan di atas memang tidak ada yang salah, namun jika di sambungkan dengan judul artikel ini hal jauh dari kata bersyukur, mengapa begitu? karena sudah terlihat jelas bahwa kalimat tersebut adalah perbandingan dirinya dengan seseorang yang memiliki ciri bahwa dirinya termasuk menjadi standar kecantikan. Jika seseorang melihat orang lain dengan anggapan mereka memliki standar kecantikan, apakah kalian pernah bertanya kepada mereka, apakah mereka senang jika dirinya dianggap sempurna, bahkan mereka saja tidak merasa demikian. 

Menurut saya, setiap manusia memiliki ciri khas kecantikan masing-masing tanpa harus mereka hiraukan hal yang menjadi standar kecantikan pada diri seseorang. Ada satu jargon yang mungkin temen-temen tahu dan ini juga sangat pas untuk judul artikel ini yaitu "Orang baik akan selalu terlihat cantik, Orang yang cantik belum tentu baik," pada kalimat ini sedikit memberi motivasi untuk mendorong kalangan perempuan untuk tidak terlalu menghiraukan tentang standar kecantikan yang membuat mereka hanya merasa insecure.

Selain fenomena  yang terjadi di lingkungan kita saat ini, yaitu perempuan yang selalu merasa kurang atas dirinya, ada juga fenomena yang terjadi seperti kisah Wiswamitra, jika Wiswamitra tidak puas akan kekuatan dalam dirinya, pada kehidupan zaman sekarang banyak manusia yang tidak puas dengan apa yang telah diusahakannya. Saya pernah beberapa kali melihat dalam beberapa chanel yang ditayangkan di youtobe tentang mereka yang tidak puas dengan harta yang dimilikinya, mereka selalu melakukan bertapaan seperti yang dilakukan Wiswamitra, namun bedanya zaman sekarang bertapa untuk meminta kekayaan bukan lagi untuk kekuatan. 

Jika disambungkan dengan judul artikel saya ini, hal ini sangat jauh dari rasa bersyukur, mereka yang melakukan demikian tidak merasa puas atas apa yang dimilikinya dan usaha yang dijalaninya. Jika jika ambil pelajarannya dari hal-hal yang sedikit menyimpang ini, pelajaran besarnya yaitu kita harus yakin untuk sesuatu hal yang sudah Tuhan tetapkan untuk kita, pada dasarnya setiap manusia memiliki rezeki dan porsinya masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun