Mohon tunggu...
Dede Permana
Dede Permana Mohon Tunggu... -

Dede Permana Nugraha, seorang penikmat kehidupan, tinggal di Tunis. Menulislah, katanya, niscaya dunia tau apa yang sedang kau pikirkan. Email : dedepermana@yahoo.com. Face Book : Dede Ahmad Permana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Skandal Kemukus di Media Arab

5 Desember 2014   11:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:00 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pemberitaan media-media Arab tentang Indonesia, sejauh yang pernah kusaksikan, lebih sering berita buruknya. Jarang sekali ada berita yang baik-baik. Kalo bukan tentang bencana alam, biasanya tentang kriminalitas, konflik minoritas, kasus korupsi pejabat, penderitaan kaum marginal, atau tentang skandal seks.

Seperti laporan yang dimuat majalah terbitan Kairo, Rouz el Yusuf (disingkat RY), edisi minggu ini, nomor 4511 tanggal 29 Nopember 2014. Pada halaman 35-39, RY menulis laporan khusus berjudul "Jabal al Jins fi Indonesia". Gunung Seks di Indonesia. Sebuah berita yang menghebohkan public di tanah air beberapa waktu lalu. Laporannya di RY kubaca tadi pagi. Guna mendukung kekuatan berita, RY memasang empat buah foto, semuanya menampilkan gambar wanita-wanita Indonesia berbaju minim.

Kendati berada di Tunis, aku biasa menikmati majalah RY di kios-kios koran di Tunis. Selama tinggal di Kairo (2002-2005), aku memang berlangganan majalah mingguan terbesar di Mesir ini. Seorang rekan di Mesir dulu mengatakan, RY adalah majalah Tempo-nya Mesir.

***

Tema tentang skandal seks di bukit Kemukus hanyalah ‘pintu masuk’ bagi majalah RY untuk menyampaikan pesan utamanya, yakni tentang betapa praktik perzinaan / prostitusi berlangsung marak di negeri berpenduduk Muslim terbesar ini.

Di halaman 36, RY menulis, “Meskipun Indonesia adalah negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia, tetapi Indonesia termasuk negara yang paling banyak praktik prostitusinya”. Di bidang keagamaan, lanjut RY pada halaman yang sama, umat Islam Indonesia memiliki sejumlah ritual tradisional yang aneh dan kontroversial (at thuqus al mutsiroh li al jidal). Karena itu, kata RY, Indonesia adalah salah satu negara di muka bumi ini yang paling banyak keanehannya. (Wahidatun min ad dual al aktsar ghurabatan fi al ‘alam)

Pada halaman 37, RY bercerita tentang lokalisasi Gang Dolly di Surabaya. “Meski Indonesia adalah negara Muslim, tetapi praktik transaksi seksual (tijarat al jins) masih tersebar luas. Salah satunya adalah kawasan Dolly di Surabaya, yang merupakan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara”. Kemudian, “Di kawasan Dolly saat ini, ada sekitar 2500 wanita PSK, yang umumnya berasal dari berbagai daerah pinggiran”. Upaya pembubaran lokalisasi Dolly yang dilakukan pemerintah, kata RY, mendapat tentangan keras dari berbagai kalangan.

Setiap tahunnya, masih kata RY, ada 80 ribu hingga 100 ribu wanita dan anak di bawah umur yang menjadi korban perdagangan manusia, untuk dijadikan budak seks (al istiglal al jinsi).

Keanehan lain, kata RY di halaman 38, partai-partai berhaluan Islam di negeri bependuduk mayoritas Muslim ini, kalah dari partai nasionalis-sekuler. Lebih aneh lagi, masih kata RY, para tokoh partai Islam itu malah terlibat kasus suap dan korupsi, juga perkawinan dengan anak di bawah umur (‘alaqat jinsiyah ma’a fatayat qashirat). Padahal partai-partai itu suka mengusung jargon sebagai penjaga akhlak (haris al akhlak) di negeri berpenduduk mayoritas Muslim ini.

Sedangkan yang terkait keanehan Jabal al Jins itu sendiri, RY menceritakan ritual seks yang dilakukan oleh para peziarah di Gunung Kemukus, Jawa Tengah, persis sebagaimana diberitakan oleh media-media di tanah air belum lama ini. (Apa yang dipaparkan RY di halaman 38-39 tentang ritual di Kemukus, rasanya tidak perlu kutulis ulang di sini. Pembaca mungkin umumnya sudah mengetahuinya J). Di ujung tulisan, RY mengatakan, “Anda takkan menjumpai ritual seperti ini di bagian dunia Islam manapun” Wa lan tajida ayya tuqusin mitsla hadza fi ayyi juz’in mi al ‘alam al Islami.

***

Membaca pemberitaan RY tentang Kemukus, bikin ngeri-ngeri sedap juga. Maksudku, praktik ritual seks di bukit Kemukus memang merupakan kenyataan. (Dan sekarang pemerintah setempat berusaha menutupnya. Alhamdulillah). Beritanya dimuat di media Arab, itu juga tidak bisa kita cegah, karena keinginan untuk mengetahui sesuatu, adalah hak dasar setiap individu yang harus kita hormati.

Akan tetapi, model pemberitaan yang dilakukan oleh mingguan sekaliber RY, menurutku patut disayangkan. Jika ditilik dari cara RY bertutur, kelihatan sekali bahwa beritanya itu adalah hasil copas atau terjemahan dari media-media lain. Artinya, RY tidak punya peliput langsung dari Indonesia.

Kemudian, beberapa klaim atau kesimpulan yang diambil RY, tidak didasarkan pada data yang memadai. Melainkan disandarkan pada data-data umum yang belum tentu pas untuk dikaitkan. Qiyas ma’al Fariq, alias jauh panggang dari api. Aku ingat salah satu pelajaran jurnalistik yang kudapat saat menjadi koresponden di sebuah media nasional dulu, bahwa “Jika Anda data Anda bolong, berhentilah menulis, karena Anda akan berbohong”.  Andai saja RY mau melengkapi tulisannya dengan kutipan-kutipan hasil wawancara..

Berita-berita yang tidak menyenangkan seperti ini – terlebih ditulis secara tidak professional oleh medianya - akan semakin menjauhkan image positif orang lain tentang Indonesia. Para WNI di perantauan perlu menyiapkan jawaban yang positif jika sekali-kali nanti ada pertanyaan dari orang asing tentang skandal Kemukus, atau tentang keindonesiaan secara umum. Kita semua adalah duta bangsa, bukan?! Salam Manis dari Tunis.

Tunis al Khadra, 04 Desember 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun