Mohon tunggu...
Deden Ramadani
Deden Ramadani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Peneliti Sosial. Menyukai tiga hal dalam hidup : sinema, teknologi dan penelitian.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Suara-Suara Menyeramkan dalam Film Horor

19 Juni 2012   07:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:47 2757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika kita membicarakan film horor, sebenarnya kita sedang membicarakan tentang suatu genre/jenis film yang memiliki motivasi untuk menghasilkan emosi yang menakutkan terhadap penonton. Motivasi untuk menghasilkan rasa takut ini terus berkembang sejak era film bisu hingga saat ini. Perkembangannya dipengaruhi oleh banyak hal, baik dalam konteks zaman, kondisi sosial politik dan budaya yang tergambar dalam wujud makhluk yang menyeramkan hingga pengaruh teknologi, termasuk kehadiran teknologi suara. Saat anda menonton film horor, bayangkan apa yang terjadi jika film tersebut anda tonton tanpa suara sama sekali. Paling tidak, bayangkan anda menonton film Paranormal Activity tetapi dengan gambar hitam putih dan tanpa suara (hanya musik seperti saat anda menonton film bisu The Artist, misalnya). Tentu, ada suatu sensasi yang bagi generasi kita hilang dari film tersebut. Sensasi yang hilang tersebut adalah salah satu contoh pengaruh teknologi suara dalam film horor. Pertanyan pun timbul, Sampai sejauh mana sebenarnya pengaruh teknologi suara terhadap perkembangan film horor itu sendiri? Fase Transisi Titik awal kehadiran suara dalam film horor dapat kita lihat dari  film Hollywood Drakula yang dirilis bulan Februari 1931. Film tersebut dirilis tiga bulan sebelum Hollywood mengakhiri fase transisinya dari film bisu ke film suara dimana dipelopori oleh film The Jazz Singer yang rilis oktober 1927 . Film-film lain yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan suara dalam film horor adalah film Frankenstein (1931) dan Freaks (1932). Pada masa sebelum kehadiran suara, film horor ditekankan pada bentuk/wujud.  Kita dapat melihat hal ini dari bentuk-bentuk tokoh dan monster yang menakutkan atau ditampilkan dalam wujud  yang tidak lazim (gigi, telinga, hidung, kuku dan anggota tubuh lainnya). [caption id="attachment_195745" align="alignnone" width="400" caption="Gambar perwujudan Nosferatu, sumber : http://www.velcro-city.co.uk"][/caption] Kehadiran teknologi suara menjadikan perkembangan dalam hal eksplorasi horor semakin meluas. Bayangkan saja, pada masa film bisu, kita hanya melihat bentuk/wujud yang menyeramkan. Ketika hadirnya teknologi suara, kita dapat mendengar suara dari bentuk/wujud yang menyeramkan tersebut. Tentu, kita akan mendapat efek Uncanny yang jauh lebih besar dari generasi sebelumnya. Apa itu Uncanny? The Uncanny Konsep Uncanny sebenarnya adalah kunci penting dalam perkembangan film horor. Uncanny adalah salah satu kajian psikoanalisa yang digagas oleh Sigmund Freud. Freud mendefinisikan The Uncanny sebagai kondisi keterbatasan akal dan intelektual dalam memahami objek, bentuk, atau situasi sehingga menimbulkan perasaan yang menakutkan pada diri kita. Freud juga percaya bahwa uncanny bisa terjadi dari sesuatu dari kehidupan biasa yang familiar, kemudian menjadi asing dan meyeramkan. Dalam perkembangan film horor, uncanny diwujudkan dalam berbagai bentuk elemen dalam sinema. Sebagai contoh pemilihan scene malam ketimbang siang dalam film horor. Hal ini terjadi karena dalam situasi kegelapan, kita mendapatkan impresi (uncanny) yang jauh lebih kuat dibandingkan siang. Objek, bentuk, situasi saat malam hari menjadi rabun/tidak jelas saat malam dibandingkan saat siang hari. Ketidakjelasan itulah yang pada akhirnya menimbulkan ketakutan. [caption id="" align="alignnone" width="460" caption="Scene Malam Hari dalam Film Paranormal Activity, sumber : http://www.guardian.co.uk/"]

[/caption] Tidak hanya scene, bentuk/rupa dari tokoh juga bisa memperkuat uncanny itu sendiri. Contoh sederhana, kita akan biasa saja ketika mendengar pengamen bernyanyi saat kita dalam kendaraan pribadi menunggu lampu hijau menyala. Tetapi ketika kita menoleh dan melihat tangan, wajah, dan anggota tubuh pengamen tersebut cacat, kita akan mengalami impresi menyeramkan. Otak kita secara tidak sadar kaget karena melihat sesuatu diluar ekspektasi. Begitu pula dalam film-film seperti Frankenstein dan Freaks dimana menghadirkan sosok-sosok diluar bentuk lazim. Konsep uncanny inilah sebenarnya yang secara eksplisit menjadi "dasar" dalam film horor. Uncanny dan Pengaruh dalam Film Suara Apa yang terjadi jika kita menonton film dimana ada adegan kuntilanak tertawa tetapi di era film bisu dimana belum ada suara? dalam konteks inilah suara memiliki pengaruh yang sangat luas dalam perkembangan film horor, khususnya memperluas jangkauan uncanny itu sendiri. Kita dapat melihat ini dalam film-film seperti Frankenstein dan Freaks. Dalam Frankenstein, kita mendengar ucapan terbata-bata (gagu) saat ia berbicara dibalik sosoknya yang di awal film disuguhkan oleh tampilan mengerikan tanpa suara apapun. Kondisi ini pada akhirnya akan menimbulkan simpati dalam sudut pandang penonton yang bercampur dengan rasa ketakutan itu sendiri. Begitu pula dengan film Freaks, dimana terdapat dua pembagian dalam kelompok sirkus. Kelompok pertama adalah sekumpulan orang yang terdiri dari orang-orang yang cacat (cebol, tanpa kaki dan tangan, dempet) dengan suara mirip anak kecil, dan kelompok manusia normal tetapi dengan suara yang terdengar penuh kelicikan. Dari kelompok pertama, uncanny akan timbul ketika kita melihat wujud fisiknya yang tidak lazim. Uncanny semakin dieksplorasi ketika kita mendengar suara dari kelompok pertama yang mengesankan kepolosan dan ketulusan. Disini, ketakutan itu tercampur dengan rasa simpati. Sinema Sekarang Melihat perkembangannya hingga saat ini, suara dalam film terus berkembang mengikuti evolusi masyarakat. Suara bahkan menentukan impresi dan imaji dari film. Jika kita melihat film-film Alfred Hitchcock, bahkan dia mengeksplorasi film horor dari sesuatu yang familiar menjadi unfamiliar. Kehadiran suara membuat eksplorasi terhadap film horor ini semakin matang, baik secara teknis dan estetis sehingga ia tidak lagi di cap sebagai film kelas dua di Hollywood. Sebagai contoh film Paranormal Activity yang mencoba mengeksplorasi keberadaan sebuah kamera CCTV menjadi sebuah alat yang berperan penting dalam benang merah cerita. Jika pada akhirnya kita melihat film-film horor yang bercampur dengan komedi dan seksualitas, tentu hal ini harus dilihat pada mindset pembuat film dalam menempatkan film horor. Untuk itulah dalam hal ini, kritikus, pembuat film dan penonton memiliki peranan penting dalam menjaga bentuk film horor. Pembuat film misalnya, memiliki peran dalam melihat perubahan zaman, kondisi sosial, politik, budaya yang punya pengaruh dalam uncanny. Para pembuat film harus paham bahwa uncanny adalah sesuatu yang dinamis. Kritikus film juga berperan mengeksplorasi dan mengkaji lebih dalam tentang film horor, baik secara tekstual maupun konteks. Begitu pula kepada penonton yang harus cerdas memilih suguhan film yang akan ditonton. Catatan : Tulisan ini dibuat sebagai hasil dari diskusi Horor, The Uncanny & Politik Speech di Kineforum dalam program Kinefilia hari Minggu, 17 Juni 2012. Kineforum adalah ruang pemutaran film alternatif di Jakarta. Bagi yang berminat menonton film dan atau mengikuti diskusi selanjutnya dapat mengecek jadwal pemutaran dan diskusi di situs http://kineforum.org/web/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun