living alone was about something bigger than work – it was about the project of the self (Giddens, 1991).
Populasi orang yang memilih hidup sendiri semakin mengkhawatirkan. Penelitian yang dilakukan De Vaus & Richardson (2009) menunjukkan pertumbuhan orang lajang di dunia terus meningkat dan bahkan tersebar di berbagai belahan dunia. Data pertumbuhan para lajang di Australia misalnya, jumlah orang lajang tumbuh dari kisaran 8 persen pada tahun 1946 menjadi 27 persen pada tahun 2006. Diperkirakan, pada tahun 2021 jumlahnya akan terus meningkat hingga sekitar 34 persen (ABS, 2002). Senada dengan Australia, di Amerika sendiri populasi lajang semakin meningkat tajam. Pada tahun 2001, data menunjukkan bahwa satu dari empat orang yang sudah memiliki tempat tinggal sendiri ternyata masih hidup sendiri. Jumlah ini meningkat tajam dibandingkan data tahun 1940 yang hanya sekitar 7,7 persen populasi lajang yang ada di US.
Lantas, mengapa orang memilih hidup sendiri atau melajang?Â
Dari berbagai studi yang pernah ada terkait hidup melajang ini, studi yang dilakukan oleh Jody Hughes (2013) punya statement yang cukup penting : Menurutnya, kita melajang bukan semata-mata karena keinginan pribadi, melainkan karena pasar kerja menginginkan kita untuk melajang. Dalam memperkuat argumen tersebut, Hughes (2013) menggunakan Individualisation theory yang digagas oleh Beck and Beck-Gernsheim (2002). Premis dasar dari teori ini adalah bahwa konteks sosial pada masyarakat modern akhir seperti saat ini memaksa orang untuk memprioritaskan pekerjaan berbasis upah untuk kehidupan mereka  dan menuntut kebebasan dan fleksibilitas dalam kehidupan personal dari individu.
Singkatnya, orang memilih menjadi lajang karena pekerja yang lajang adalah pekerja yang dibutuhkan pasar kerja. Dengan melajang, seorang pekerja memiliki waktu yang lebih fleksibel untuk dieksploitasi. Sebagaimana pernyataan Sennet (1998) bahwa fleksibilitas adalah kriteria utama dari pekerja di era pasar kerja modern seperti saat ini. Fleksibilitas menuntut pada aspek kebebasan, tidak terikat, dan tidak punya komitmen kuat di dalam kehidupan personalnya. Bagi kapitalisme, menanggung seorang lajang yang meninggal karena kecelakaan kerja jauh lebih mudah dibandingkan menanggung seorang suami (dengan satu orang istri dan delapan orang anak) yang meninggal karena kecelakaan kerja.
Dengan kondisi seperti ini, menjadi lajang rasanya bukan lagi sebuah status "transit" karena belum punya kekasih, melainkan lajang sesungguhnya merupakan tuntutan hidup. Jadi, jika anda saat ini sedang melajang, jawablah bahwa itu bukanlah keinginan anda, melainkan tuntutan hidup untuk dapat bertahan di era kapitalisme yang semakin ngehek.
 Â
Daftar Bacaan :
ABS (Australian Bureau of Statistics). 2002. Canberra: Year Book Australia.
Beck, U & Beck Gernsheim E. 2002. Individualization. London : SAGE.
De Vaus, D & Richardson S. 2009. Living alone in Australia : Trends in sole living and characteristic of those who live alone. Occasional Paper 1/2009 Census Series, Academy of Social Sciences, Canberra.