Johanis Tanak dan Wacana Hapus OTT: Benarkah Efektif?
Nama Johanis Tanak mendadak ramai diperbincangkan setelah pernyataannya yang kontroversial tentang penghapusan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Sebagai Wakil Ketua KPK, Johanis memantik perdebatan publik dengan idenya yang dianggap berani---dan bagi sebagian orang, cukup mengejutkan. Apa sih sebenarnya yang ingin disampaikan Tanak? Apakah penghapusan OTT benar-benar langkah yang masuk akal, atau justru blunder besar dalam pemberantasan korupsi? Yuk, kita bahas!
Apa itu OTT dan Kenapa Penting?
Sebelum kita bicara soal wacana Johanis, kita perlu tahu dulu kenapa OTT itu penting. OTT adalah metode penindakan langsung yang dilakukan KPK atau aparat hukum untuk menangkap pelaku korupsi alias "menangkap basah" para pelaku korupsi. Biasanya, ada barang bukti berupa uang atau dokumen yang bikin pelaku nggak bisa ngelak. Nah, metode ini sering bikin pelaku korupsi kapok, karena sifatnya mengejutkan dan langsung viral di media.
Kenapa Johanis Tanak Mau OTT Dihapus?
Menurut Tanak, OTT yang selama ini jadi andalan KPK itu nggak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dia bilang, "Seandainya bisa, mohon izin, saya akan tutup. Close. Karena itu tidak sesuai pengertian yang dimaksud dalam KUHAP."
Nggak cuma itu, dia juga menganggap OTT ini lebih ke "tradisi" yang selama ini diikuti mayoritas pegawai KPK. "Ya, karena mayoritas mengatakan itu tradisi, ya, apakah ini tradisi bisa diterapkan, saya juga enggak bisa menantang," katanya.
Menurut Tanak, KPK harusnya lebih fokus ke pencegahan dan menjalankan aturan sesuai undang-undang, bukan berdasarkan logika. Wah, argumen yang bikin banyak orang terkejut, apalagi mengingat pentingnya OTT selama ini.
Ide ini sebenarnya masuk akal kalau kita pikirkan lebih dalam. Daripada sibuk menangkap orang yang sudah melakukan korupsi, kenapa nggak dicegah sejak awal biar korupsi itu nggak terjadi?
Namun, ide ini langsung menuai kritik. Banyak yang bilang, "Kalau nggak ada OTT, bagaimana caranya kita tahu kalau ada korupsi yang terjadi?" Bukannya malah memberi ruang lebih luas bagi koruptor untuk bergerak bebas?