Mohon tunggu...
TahtaAdilla
TahtaAdilla Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

- Insightful Navigator of Thoughtful Future Journeys - Menulis - Membaca -

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Wacana Hapus OTT: Jalan Baru atau Kemunduran?

22 November 2024   18:47 Diperbarui: 22 November 2024   18:47 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Johanis Tanak dan Wacana Hapus OTT: Benarkah Efektif?

Nama Johanis Tanak mendadak ramai diperbincangkan setelah pernyataannya yang kontroversial tentang penghapusan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Sebagai Wakil Ketua KPK, Johanis memantik perdebatan publik dengan idenya yang dianggap berani---dan bagi sebagian orang, cukup mengejutkan. Apa sih sebenarnya yang ingin disampaikan Tanak? Apakah penghapusan OTT benar-benar langkah yang masuk akal, atau justru blunder besar dalam pemberantasan korupsi? Yuk, kita bahas!

Apa itu OTT dan Kenapa Penting?

Sebelum kita bicara soal wacana Johanis, kita perlu tahu dulu kenapa OTT itu penting. OTT adalah metode penindakan langsung yang dilakukan KPK atau aparat hukum untuk menangkap pelaku korupsi alias "menangkap basah" para pelaku korupsi. Biasanya, ada barang bukti berupa uang atau dokumen yang bikin pelaku nggak bisa ngelak. Nah, metode ini sering bikin pelaku korupsi kapok, karena sifatnya mengejutkan dan langsung viral di media.

Kenapa Johanis Tanak Mau OTT Dihapus?

Menurut Tanak, OTT yang selama ini jadi andalan KPK itu nggak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dia bilang, "Seandainya bisa, mohon izin, saya akan tutup. Close. Karena itu tidak sesuai pengertian yang dimaksud dalam KUHAP."

Nggak cuma itu, dia juga menganggap OTT ini lebih ke "tradisi" yang selama ini diikuti mayoritas pegawai KPK. "Ya, karena mayoritas mengatakan itu tradisi, ya, apakah ini tradisi bisa diterapkan, saya juga enggak bisa menantang," katanya.

Menurut Tanak, KPK harusnya lebih fokus ke pencegahan dan menjalankan aturan sesuai undang-undang, bukan berdasarkan logika. Wah, argumen yang bikin banyak orang terkejut, apalagi mengingat pentingnya OTT selama ini.

Ide ini sebenarnya masuk akal kalau kita pikirkan lebih dalam. Daripada sibuk menangkap orang yang sudah melakukan korupsi, kenapa nggak dicegah sejak awal biar korupsi itu nggak terjadi?

Namun, ide ini langsung menuai kritik. Banyak yang bilang, "Kalau nggak ada OTT, bagaimana caranya kita tahu kalau ada korupsi yang terjadi?" Bukannya malah memberi ruang lebih luas bagi koruptor untuk bergerak bebas?

Haruskah OTT Benar-Benar Hilang?

Sebagai masyarakat, kita tentu ingin Indonesia bebas korupsi. Tapi, realistis saja, tanpa OTT, pemberantasan korupsi bisa jadi jauh lebih sulit. Koruptor bakal makin leluasa menyusun strategi, apalagi kalau mereka tahu nggak ada ancaman penindakan langsung.

Pencegahan memang penting, tapi itu bukan alasan untuk meniadakan penindakan. OTT dan pencegahan harus berjalan berdampingan. Dengan begitu, KPK bisa tetap garang sekaligus membangun kesadaran masyarakat untuk nggak tergoda korupsi.

Apa Jadinya Jika OTT Dihapus?

Menghapus OTT tidak hanya akan mengubah cara KPK bekerja, tetapi juga berdampak luas pada sistem pemberantasan korupsi. Berikut adalah lebih banyak kemungkinan yang bisa terjadi:

1. Koruptor Lebih Cerdik
Tanpa OTT, koruptor punya lebih banyak waktu untuk menyembunyikan jejak mereka. Transaksi korupsi bisa semakin sulit dilacak, karena pelaku akan merasa tidak ada risiko langsung.

2. Peluang Korupsi Semakin Tinggi di Daerah
OTT sering dilakukan untuk mengungkap kasus korupsi di daerah, terutama yang melibatkan anggaran publik. Tanpa OTT, pengawasan di tingkat lokal bisa melemah, sehingga korupsi di daerah lebih sulit dikendalikan.

3. Bukti Hukum Bisa Melemah
OTT memberikan bukti langsung yang sangat sulit dibantah di pengadilan. Jika metode ini dihapus, pembuktian hukum akan menjadi lebih sulit karena hanya bergantung pada data sekunder atau dokumen yang rentan dimanipulasi.

Jadi, menghapus OTT bukan hanya soal menghilangkan satu metode, tapi juga membuka risiko baru yang bisa mengancam pemberantasan korupsi di Indonesia. Pemberantasan korupsi membutuhkan kombinasi pencegahan dan penindakan, bukan memilih salah satunya.

Kesimpulan

Wacana Johanis Tanak untuk menghapus OTT adalah ide yang ambisius, tapi belum tentu cocok untuk kondisi Indonesia saat ini. Selama budaya korupsi masih kuat, penindakan seperti OTT tetap dibutuhkan. Mungkin, daripada dihapus, OTT justru perlu diperkuat dengan teknologi yang lebih canggih dan tim yang lebih solid.

Bagaimana menurut kalian? Apakah wacana ini hanya akan jadi angan-angan, atau justru membuka jalan baru dalam pemberantasan korupsi? Yuk, kita terus pantau!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun