Haruskah OTT Benar-Benar Hilang?
Sebagai masyarakat, kita tentu ingin Indonesia bebas korupsi. Tapi, realistis saja, tanpa OTT, pemberantasan korupsi bisa jadi jauh lebih sulit. Koruptor bakal makin leluasa menyusun strategi, apalagi kalau mereka tahu nggak ada ancaman penindakan langsung.
Pencegahan memang penting, tapi itu bukan alasan untuk meniadakan penindakan. OTT dan pencegahan harus berjalan berdampingan. Dengan begitu, KPK bisa tetap garang sekaligus membangun kesadaran masyarakat untuk nggak tergoda korupsi.
Apa Jadinya Jika OTT Dihapus?
Menghapus OTT tidak hanya akan mengubah cara KPK bekerja, tetapi juga berdampak luas pada sistem pemberantasan korupsi. Berikut adalah lebih banyak kemungkinan yang bisa terjadi:
1. Koruptor Lebih Cerdik
Tanpa OTT, koruptor punya lebih banyak waktu untuk menyembunyikan jejak mereka. Transaksi korupsi bisa semakin sulit dilacak, karena pelaku akan merasa tidak ada risiko langsung.
2. Peluang Korupsi Semakin Tinggi di Daerah
OTT sering dilakukan untuk mengungkap kasus korupsi di daerah, terutama yang melibatkan anggaran publik. Tanpa OTT, pengawasan di tingkat lokal bisa melemah, sehingga korupsi di daerah lebih sulit dikendalikan.
3. Bukti Hukum Bisa Melemah
OTT memberikan bukti langsung yang sangat sulit dibantah di pengadilan. Jika metode ini dihapus, pembuktian hukum akan menjadi lebih sulit karena hanya bergantung pada data sekunder atau dokumen yang rentan dimanipulasi.
Jadi, menghapus OTT bukan hanya soal menghilangkan satu metode, tapi juga membuka risiko baru yang bisa mengancam pemberantasan korupsi di Indonesia. Pemberantasan korupsi membutuhkan kombinasi pencegahan dan penindakan, bukan memilih salah satunya.
Kesimpulan
Wacana Johanis Tanak untuk menghapus OTT adalah ide yang ambisius, tapi belum tentu cocok untuk kondisi Indonesia saat ini. Selama budaya korupsi masih kuat, penindakan seperti OTT tetap dibutuhkan. Mungkin, daripada dihapus, OTT justru perlu diperkuat dengan teknologi yang lebih canggih dan tim yang lebih solid.