Perjalan bangsa kian hari kian berubah,
Tak ubah perubahan satu jamban.
Cerita peninggalan sebuah catatan, cerita kemajemukan, hingga sebuah peradaban terlukiskan.
Ya, hanya dari sebuah jamban.
Era penjajahan, jamban tak beraturan
Karena rasa ketakutan, hingga serak jalan bisa jadi jamban.
Awal kemajemukan, jamban berbaris rapi di sungai bertali
Terikat dengan erat, jadi sarana sanitasi.
Tak jarang jamban berubah fungsi
Mulai dari bersanitasi,
Mencuci dan mandi,
Hingga ngerumpi.
Pelakunya beraneka, mulai dari kakek nenek tua,
Ibu rumah tangga, hingga kaum remaja.
Ya, memanjakan diri di jamban tua,
Sembari melepas lelah dari aktivitas kesehariannya.
Dari sana kemajemukan tersiarkan
Tak ada perbedaan saat dijamban.
Keikhlasan tertampakkan.
Semua diatas jamban.
Seiring jaman, jamban berapungan mulai ditinggalkan.
Berganti tandon air dan bilik kamar diujung jalan.
Tapi fungsinya masih tak tergantikan.
Selain kebutuhan MCK, disana juga jad tempat gosipan.
Masih berkemajemukan, meski secara pribadi sudah ada jamban berkepemilikan.
Diujung jalan, jamban umum jadi idaman, sambil sibuk dalam antrian,
Ngerumpi petang jadi sasaran, dalam melepas kepenatan.
Jaman sudah berkembang,
Jamban terbang mulai hilang,
Kini jamban dirumahkan.
Tempatnya dipojokan
Terkadang berdampingan dengan sarana makan.
Tak jarang bau wangi ngorengan ikan
Bertabrakan dengan bau jamban.
Itu bukan soalan,
Hanya putaran waktu saja yang belum terjadwal kan.
Disini fungsi jamban mulai dibedakan.
Ada tumpukan pakaian
Ada juga bekas kemasan
Tak ada pula sarana perhiasan.
Bagi sebagian orang
Jamban sebagai tempat pengasingan
Sederhana saja, karena sang anak susah dengar omongan
Terpaksa dikurung didalam jamban