Imam Al-Ghazali, salah satu cendekiawan Islam terbesar sepanjang masa, memiliki pemikiran yang mendalam tentang konsep belajar. Bagi Al-Ghazali, belajar merupakan sebuah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mencapai kebahagiaan akhirat.
Menurut Al-Ghazali, tujuan utama belajar adalah untuk membersihkan hati dari sifat-sifat tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji. Dalam pandangannya, ilmu pengetahuan bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai derajat ketakwaan dan kedekatan dengan Sang Pencipta.
Al-Ghazali membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kategori, yaitu ilmu-ilmu duniawi (al-ulum al-dunyawiyyah) dan ilmu-ilmu ukhrawi (al-ulum al-ukhrawiyyah). Ilmu-ilmu duniawi adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kehidupan di dunia, seperti ilmu kedokteran, matematika, dan lain-lain. Sedangkan ilmu-ilmu ukhrawi adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kehidupan akhirat, seperti ilmu tauhid, fiqih, dan ilmu-ilmu agama lainnya.
Menurut Al-Ghazali, mempelajari ilmu-ilmu duniawi hukumnya fardhu kifayah, artinya jika ada sebagian orang yang mempelajarinya maka kewajiban itu telah terpenuhi. Namun, mempelajari ilmu-ilmu ukhrawi hukumnya fardhu 'ain, artinya setiap individu wajib mempelajarinya.
Al-Ghazali juga menekankan pentingnya niat yang tulus dalam belajar. Bagi Al-Ghazali, niat yang tulus adalah ketika seseorang belajar semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT, bukan untuk mencari popularitas, kekayaan, atau jabatan. Niat yang tulus akan menentukan sejauh mana ilmu yang diperoleh dapat membawa seseorang pada kebahagiaan akhirat.
Selain itu, Al-Ghazali juga menekankan pentingnya disiplin diri dan kesabaran dalam proses belajar. Menurutnya, belajar bukanlah perkara mudah dan membutuhkan ketekunan serta kesabaran yang tinggi. Seorang pelajar harus mampu mengendalikan diri, menghindari hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi, dan terus berusaha memperbaiki diri.
Dalam konsep belajar Al-Ghazali, terdapat tiga tingkatan pencapaian, yaitu 'ilm al-yaqin (pengetahuan yang diperoleh melalui informasi), 'ain al-yaqin (pengetahuan yang diperoleh melalui pengamatan), dan haqq al-yaqin (pengetahuan yang diperoleh melalui penyaksian langsung). Semakin tinggi tingkatan pencapaian seseorang, maka semakin dekat pula ia dengan kebenaran dan kebahagiaan akhirat.
Pemikiran Al-Ghazali tentang konsep belajar ini sangat relevan hingga saat ini. Ia menekankan pentingnya niat yang tulus, disiplin diri, dan kesabaran dalam proses belajar, serta menjadikan ilmu sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Konsep belajar Al-Ghazali ini dapat menjadi inspirasi bagi siapa saja yang ingin menuntut ilmu dengan tujuan yang luhur.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H