Wujud Cintamu 15 Sesampainya di rumah sakit mamih langsung dibawa ke ruang darurat oleh pak polisi yang bertugas membawa informasi ke rumah. Satu-persatu korban kecelakaan pengguna kendaraan mobi hitam itu diperlihatkan. Mulai dari ruang orang kesatu yang diperlihatkan. Beriring-iring mereka melihat keadaannya, Astagfirulloh aladzim, mamih mundur beberapa langkah, sambil menutup mulutnya tetapi kemudian maju lagi, mendekat sambil terus memperhatikan korban itu. Mamih meneliti korban itu, karena banyak luka dan sebahagian wajah, badan banyak balutan perban, hampir tidak jelas. Wajah korban memar, begitu juga seluruh badannya, hanya naluri seorang ibu yang mengasihinya yang merasakan dan tahu itu adalah dirimu. Perlahan mamih menangis tersedu-sedu, terus teringhak-inghak. Sambil istigfar teru- menerus, memeluk dirimu. Lama mamih memeluk dirimu. Kemudian pak polisi mengingakan kembali, “ Bu, mari kita lihat ke ruang yang lain, ini korban dari kendaraan mobil itu. Mamih mengangguk, sambil jalan terhuyung-huyung dipapah oleh polisi yang satunya lagi. Pak polisi menjelaskan, “ ini semua ada empat orang, semua wanita, semua sudah meninggal ketika kami menemukan mereka”. Mamih masih terus menutup mulutnya sambil terbongkok-bongkok, menahan tangis yang siap meledak. Di jajaran belakang ruang mayat, berjajar ke samping terlihat empat jenazah terbungkus kain putih, wajahnya rusak tak dapat dikenali, membengkak tapi hati mamih mengatakan benar, mereka menantu dan cucu-cucu kesayangannya. Tidak dapat ditahan lagi tangis mamih membludak, bagai suara sound system yang volumenya full. Menjerit, melengking, sambil memukul-mukul tiang tempat tidur jenazah. Mamih tidak bisa berdiri, apalagi berjalan, terus menangis tersedu-sedu. Sekarang suaranya sudah tidak melengking, mungkin sudah lelah, hanya inghakannya saja yang masih tersisa. Melihat sudah mulai bisa diajak bicara, pak polisi mengajak mamih berjalan menuju ke ruangan lain, di sana di Tanya, “ Baga-imana bu, ibu kenal mereka?”. Tanya pak polisi kepada mamih. Mamih menganggukkan kepala, sambil menjawab, “ iya, mereka cucu-cucu dan menantu, mamih”. Kecelakaan ini tunggal, tidak ada tabrakan. Kata pak polisi menjelaskan, “ di sana tidak ada tanda-tanda tabrakan, tidak ada tanda bekas ban mobil menahan. mengerem. Bahkan tidak terlihat ada musibah kendaraan mobil jatuh, karena pohon-pohon dipinggir jalan tidak banyak yang rusak. Kami mendapat informasi dari warga setempat yang sedang menebang kayu. Kemungkinan kecelakaan ini sudah tiga hari yang lalu, para korban semua lengkap dalam mobil, utuh. Ungtung saja mobil ini tidak kebakaran. Sehingga kami dapat mudah mengenali nomor polisi dan nama pemiliknya. Kami temukan indetitas mereka dari semua barang yang ada dalam kendaraan mobil itu. Sambil menyerahkan semua yang ada dalam mobil hitam yang naas itu kepada mamih. “ ini semua barang-barang yang ada dalam kendaraan mobil itu”. Kata pak polisi. Mamih mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menahan tangisnya yang mau meledak lagi. Kata pak polisi melanjutkan, “ kendaraannya belum bisa angkat dari lokasi musibah itu karena medannya berat, kami baru akan mengupayakan besok. Sekarang mengindentifikasi korban manusianya dulu. Mamih terus saja mulutnya istighfar sambil menutup mulut dan mengangguk-anggukan kepalanya. Pak Polisi bertanya lagi, Sekarang bagaimana bu, apakah para korban ini akan di bawa sekarang ke rumah?”. Mamih menganggukkan kepala dan menjawab, “ saya telfon anak-anak saya yang lain dulu”. Sambil terbata-bata. “ Baiklah, silahkan. Nanti bagaimana keputusannya, hubungi kami, dan semuanya akan kami urus pengambilan dan pengantaran jenazah ke rumah ibu”. Mamih hanya mengangguk-angguk sambil mencari nomor-nomor yang akan dihubungi. Tidak lama kemudian dua orang anak laki-laki mamih datang, menghampiri mamih sambil memeluk dan mengusap-usap mamih. Mamih memeluk kedua anak laki-lakinya erat sambil menangis keras, seakan sengaja dibludakkan setelah dikumpulkan sekian lama, badannya terguncang-guncang karena merasakan yang sakit dalam dihatinya. Setelah minta izin pada mamih maka kedua anak-anaknya mengurus proses pemulangan jenazah kerumah diriku, karena mamih, ibunya tinggal dengan diriku. Dan dirinya yang menjadi korban dalam kendaraan mobil yang nahas itu, tentu rumahnya kosong. Semua pengurusan mulai dilakukan. Mereka sibuk telfon menghubungi keluarga dan kerabat untuk mengkondisikan di rumah, proses pemakaman dan lain sebagainya. Satu persatu saudara dirimu berdatangan sambil berpelukan, sambil berteriak histeris karena tidak pernah menyangka tragedy ini akan terjadi. Dirimu memang hebat yang punya rasa satu dengan keluarga, punya kasih untuk sesama, punya cinta untuk kami, semua merasa kesakitan ketika dirimu sakit. Mamih sudah tidak berdaya setelah nangis berjam-jam, matanya memerah bengkak, suaranya parau, badannya melemas, menahan sakit yang sangat, dalam hatinya. Keluarga dan kerabat terus bardatangan walau jenazah belum sampai rumah. Bagai aliran sungai di hulu Ciliwung, air mata tak henti-henti mengalir dari orang-orang yang mengasihi. Subhanalloh begitu ramai, dirumah. Suara tangis histeris dari saudara dekat , keluarga dan kerabat serta isak-tangis yang dipendam oleh mereka para pelayat. Bersatu menggaung dengan suara yang mengaji, beristighfar, bertasbih. Rumah riuh dengan eksfresi duka yang mendalam. Masya Alloh, tidak ada orang yang duduk tanpa istighfar, tanpa membaca alquran, tanpa bersalawat, tanpa bermunajat pada-Nya, agar dirimu cepat sehat dan anak-anak serta dirinya diterima iman Islam dan amal-kebaikkannya. Setelah prosesi pemakaman selesai, rumah tetap ramai oleh para pelayat, yang baru mendapat kabar bahwa dirimu dan dirinya serta anak-anak mendapat musibah. Mamih dan semuanya saudara dirimu lupa, bahwa diriku tidak hadir di sana. Baru hari ini mereka ingat dan mempertanyakan diriku. Berseliweran mereka mencari diriku ke rumah sakit dan klinik bersalin terdekat, karena praduga mereka diriku pasti di rumah sakit untuk melahirkan karena mamih hafal betul sifat diriku sekarang, tidak pernah bepergian sendiri, hanya keluar rumah untuk bekerja. Mamih melihat sendiri setiap hari bagaimana diriku bekerja karena kantornya bersebelah dengan rumah. Diriku sedang merapikan barang-barang yang akan dibawa pulang, karena hari ini sudah di izinkan. Satu-satu barang-barang dimasukkan dalam tas, tidak banyak, hanya dua buah potong baju longgar, dan dua lembar kain sarung, tiga bra dan tiganya under war. Ada perlengkapan mandi tetapi tidak di bawa pulang lagi biar saja di sini mungkin nanti ada yang perlu, atau mungkin dibuang oleh office boy-nya, biar saja tinggalkan, kecuali anduk. Ketika mamih sampai di kamar inapku, mamih minta maaf sambil menciumi kening dan ubun-ubunku berulang-ulang, seperti yang sering dirimu lakukan, rasanya hatiku bergetar, mmerindu pada dirimu. Diriku membalas pelukkannya, sambil meminta maaf juga. Mamih terus memeluk diriku sambil teringhak-inghak menangis tetapi tidak bicara apa-apa. Diriku diam saja, hanya menanyakan kesehatan mamih, “ mamih sehat? suara mamih parau”, mamih mengangguk-angguk berulang-ulang, sambil terus mongeringkan air matanya dengan sudut kerudungnya, kemudian kembali diam. Entah berapa lama diriku ada dalam pelukan mamih, tidak ada yang dipikirkan dalam kepalaku. Diriku tidak menanyakan dirimu karena pasti pamit pada mamih ketika akan berangkat, karena itu yang selalu dilakukan. Diriku tidak mau mendengar apa-apa tentang dirimu dari orang lain, tidak mau hati ini mengganjal karena sakit akibat mendengar sesuatu yang menggores hati. Aku memilih diam. Satu-persatu saudara-saudara dirimu berdatangan masuk dalam kamar, memberi selamat pada diriku telah melahirkan seorang bayi laki-laki, tetapi mereka menyampaikannya dengan air berlinang di matanya, seakan sedang menahan curahan air mata yang akan turun, ada apa?. Aku tidak mau bertanya, diam saja. Sampai suster memberi tahu waktunya memberi air susu pada bayi, di ruangannya. Aku berjalan kearah sana di ikuti oleh mamih dan saudara-saudara dirimu, melihat dari kaca, mereka ramai berkomentar tentang bayi kita yang mirip dengan dirimu. Di dalam ruangan diriku menyusui si kecil sambil beristighfar, bermunajat pada Illahi ingin air susuku berkah untuk anakku, menjadikan kekuatan anakku menjadi yang sholih, tanggung jawab dan bakti pada orang tuanya. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H