Wujud Cintamu 13 Perutku semakin sakit, semakin sakit. Astagfirulloh aladzim, inikah ”juru nyawaku, terputus berapakah urat-urat dalam tubuhku, masa persalinanku ini?” Ya Alloh, betapa dashyatnya rasa ini, seribu, sejuta rasakah ini, kata apa yang terlisan untuk mewakili rasaku saat- saat menjelang melahirkan. Masya Alloh, betapa, ya Alloh, mataku kunang-kunang, perutku melilit, sakit, sakit sekali. Yakinkah hari ini diriku akan melahirkan?. Astagfirulloh al adzim, cairan apa yang membasahi bajuku, apa ini? Aku panik, sendiri, menghadapi semua. Mamih sudah beberapa hari menginap di rumah anaknya karena anaknya yang sulung akan pergi menunaikan ibadah Umroh kemudian keliling silaturahim ke rumah-rumah anaknya yang lain. Aku sendiri, meringis, menahan sakit, istighfar dan munajat memohon kesalamatan dalam proses persalinan nanti. Sakit ini semakin terasa, amat sakit, dua jam yang lalu, belum sesakit ini, astagfirulloh aladzim, seperti ada yang menarik di dalam rahimku, dinding perutku bergerak-gerak, kencang, terus bergerak. Masya Alloh, sedang demontrasi apa bayiku?, Ya, Alloh, nikmat sekali, keringat mulai menetes-netes, terus melilit rasanya perutku, sekeliling pinggang, panggul terasa panas, pegal, macam-macam rasaaaa, nikmat, subhanalloh. Tidak berhenti bibir ini, terus -merus beristighfar, sambil mengusap keringat, dan mengelus-elus, perut yang gencar bergerak seakan terus mendorong ke mulut Rahim, seperti gerakan meluncur ketika kita berenang. Sambil kakinya bergerak mendorong, sehingga ulu hatiku terasa sakit, mual, terkena tendangan-tendangan kaki bayi. Baju tidurku basah, entah cairan lendir apa, diriku pergi ke kamar mandi, terhuyung-huyung, sambil merasakan sakit yang sangat. Sepertinya sendi-seniku akan terlepas dari ikatannya. Dalam kamar mandi, pakaian dalam dan baju ku tanggalkan karena basah, ternyata ada bercak darah, coklat, merah bergaris-garis, sedikit. Aku merasa takut, hati diriku mengatakan “ saatnya persalinan, aku hadapi”. Cepat-cepat membersihkan badan, terus berganti baju dengan yang kering. Masya Alloh, sakit ini semakin menjadi, kakiku bergetar hebat, badan terasa panas- dingin. Aku sudah tidak bisa berjalan, nyeri sekali, perutku melilit lagi, sambil merangkak diriku menggapai ponsel yang tersimpan di meja kecil dekat jembangan bunga ros kesukaan dirimu. Hari mulai berangkat malam, jam dinding bedenting menandakan pukul 20.30, diriku duduk di ruang tamu menanti dokter dan perawat menjemputku. Sekalipun kondisi seperti ini, bukan dirimu, suamiku, yang aku teffon. Orang lain yang siap 24 jam membantu persalinanku. Ketika sampai rumah sakit, benar-benar sudah tidak bisa berjalan. Menggunakan kursi roda. Dalam ruangan sudah dipersiapkan semua. Bidan jaga dokter kandungan sudah siap membantu. Mereka merebahkan diriku di tempat tidur. Dalam hati, tidak berhenti doa-doa ku-untai mengikuti desah nafasku. Bidan mengangkat kedua kakiku, setelah rapi memakai sarung tangan. Beliau memeriksa, dan bilang, “ sabar ya, bu”. Melihat diriku yang merigis-ringis kesakitan, tenagaku mulai berkurang, lemas. Hampir sehari tadi, sekarat menahan sakit. Tiba-tiba perutku sakit lagi, melilit, seakan didorong dari atas, kencang, sakit, mulas, nyeri, panas, semua bercampur, sakitttt…., “ bbbbbrrrraaakkk” loncat jauh menimpa dinding pintu, semua kaget, bidan dan dokter menghampiri, apa itu, “ dokter bertanya kaget”, bidan menjawab, “Tuban, air tuban, dok…”. Semua sigap menolong diriku. Dirimu di jalan sedang menyetir mobil menuju pulang dari libur. Tiba-tiba merasakan perut sakit, melilit, sangat luar biasa, sakit, yang tidak pernah dirasakan sebelumnya. Sakit ini tiba-tiba menyerang. Kendaraan yang di kemudikan menjadi oleng, kehilangan keseimbangan. Mobil terus melaju cepat kejurang karena dirimu pingsan, menahan sakit yang sangat hebat. Mobil itu masuk jurang, yang dalam, jatuh ke sungai yang deras, dengan bebatuan yang besar-besar di sekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H