Ketika pandanganku terlempar jauh kesana, ternyata yang kulihat hanya biru bercampur biru dan abu. Sebenarnya aku paham dengan arti biru yang ada di sana. Begitu pula dengan abu tetapi aku mendustakan semuanya pada diriku sendiri. Aku berharap warna merah yang kumiliki bisa menggantung disana sekarang sehingga nampak lebih indah. Semuanya hanya wacana dari sebuah teks yang belum selesai. Semua warna itu bercampur menjadi abstrak, yang kemudian menjadi warna baru.
Aku tetap menyukai warna-warna itu, walau diantara warna itu membawa efek padaku. Misalnya merah, kuning dan putih ternyata menjadi silau ketika tersinari matahari. Hatiku lebih tenang ketika melihat jambon, aku merasa biru memberi pandangan mata lebih luas sehingga perasaanku pun lebih lega. Ketika aku melihat hijau merasa mataku terasa sejuk. Ungu dan jingga bukan warna dasar karena dapat
dihasilkan dari campuran warna dasar. Misalnya ; merah dicampur kuning menghasilkan jingga, biru dengan merah menghasilkan ungu, hijau dengan kuning menghasilkan biru, warna lain nanti kita adakan percobaan lagi.
Seperti dalam kehidupan dua orang manusia dari dua jenis karakter, dua jenis kebiasan, dua jenis latar belakang kehidupan. Memang pasti sulit mengadaptasi, butuh wawasan luas, waktu yang panjamg, dan pengertian, apalagi tempat dan jaraknya berjauhan. Butuh kepercayaan pengertian serta perjuangan. Bersatunya dua jenis berbeda itu sangat akan terasa sulit, tidak seperti membalikkan dua belah telapak tangan, yang seketika dapat berubah. Terlalu rumit juga apabila akan mencari sebab- musababnya. Hanya dengan bantuan dan kekuatan dari Alloh semua akan terjawab, kita memasrahkanya pada Yang Maha Kuasa, semoga dapat kemudahan dan mutmainah. Aamiin...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H